Beberapa kelas universitas sudah kembali melakukan kegiatan belajar mengajar, tetapi boikot telah melihat ketidakhadiran yang meluas di kedua sisi podium pengajaran.
"Tidak seorang pun dari teman saya akan datang ke kelas," kata seorang mahasiswa jurusan bahasa Inggris di sebuah universitas di Mawlamyine, sebuah kota yang mengalami tindakan keras brutal oleh pasukan keamanan terhadap pengunjuk rasa.
"Jadi saya memutuskan untuk tidak pergi juga."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kelasnya yang berisi 100 orang sekarang kosong, meskipun siswa dipanggil oleh beberapa profesor yang tersisa di kampus.
Para pengunjuk rasa telah mencegah orang tua dan guru untuk mengirim anak-anak ke sekolah yang masih memiliki guru yang mau bekerja, dengan mengatakan itu sama saja dengan mendukung rezim militer.
"Jangan sedih bila Anda tidak bisa mendaftarkan anak Anda ke sekolah ketika beberapa orang tua tidak memiliki anak untuk didaftarkan," bunyi spanduk di wilayah Bago, selatan ibu kota.
Guru Shwe Nadi mengatakan dia akan tetap berkomitmen pada gerakan pembangkangan sipil, meskipun ada ketakutan akan ditahan atau lebih buruk lagi.
"Saya tidak akan lari karena saya tidak melakukan kejahatan apa pun," katanya.
"Jika mereka ingin menangkap saya, saya siap."
(afp/ard)