Ulama Syiah Iran yang juga pendiri kelompok militan Libanon Hizbullah, Ali Akbar Mohtashamipour meninggal dunia.
Seperti dikutip dari Associated Press, Mohtashamipour mengembuskan napas terakhir pada Senin (7/6) akibat virus corona.
Alharhum tutup usia di umur 74 tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mohtashamipour meninggal di sebuah rumah sakit di Teheran setelah tertular virus corona, demikian laporan kantor berita Iran, IRNA.
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei memuji Mohtashamipour atas "jasa revolusionernya." Sementara Presiden Hassan Rouhani mengatakan sang ulama "mengabdikan hidupnya untuk mempromosikan gerakan Islam dan realisasi cita-cita revolusi."
Hakim Agung Ebrahim Raisi, yang digadang sebagai kandidat utama calon presiden presiden Iran, turut menyampaikan belasungkawa kepada keluarga Mohtashamipour.
"Almarhum adalah salah satu pejuang suci dalam perjalanan menuju pembebasan Yerusalem dan salah satu pelopor dalam perang melawan rezim Zionis," kata Raisi.
Mohtashamipour tinggal di kota suci Syiah Najaf, Irak, selama 10 tahun terakhir setelah pemilu yang disengketakan di Iran.
Dia kehilangan tangan kanannya dalam sebuah serangan bom buku yang diduga dilakukan oleh Israel.
Sekutu dekat mendiang Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ruhollah Khomeini itu, pada 1970-an membentuk aliansi dengan kelompok-kelompok militan Muslim di Timur Tengah.
Setelah Revolusi Islam, ia membantu pembentukan Garda Revolusi paramiliter di Iran. Almarhum sempat menjadi duta besar Iran untuk Suriah, dan membawa pasukan ke wilayah tersebut untuk membantu membentuk Hizbullah.
Lahir di Teheran pada 1947, Mohtashamipour bertemu Khomeini di pengasingan di Najaf setelah diusir dari Iran oleh Shah Mohammad Reza Pahlavi.
Pada 1970-an, ia melintasi Timur Tengah berbicara kepada kelompok militan serta membantu membentuk aliansi antara Republik Islam dan Organisasi Pembebasan Palestina saat memerangi Israel.
Setelah ditangkap oleh Irak, Mohtashamipour menemukan jalan ke kediaman Khomeini di pengasingan di luar Paris. Mereka kemudian kembali dengan penuh kemenangan ke Iran di tengah Revolusi Islam tahun 1979.
(dea)