Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Arden, menyatakan negara tersebut akan meminta maaf secara resmi kepada komunitas pasifik atas serangan rasialisme oleh polisi pada dekade 1970an silam.
Adern mengatakan negara akhirnya memutuskan untuk memberikan permintaan maaf karena terbukti bahwa pasukan polisi mengeksploitasi secara rasial untuk meminta paspor atau visa dari orang-orang secara acak.
Kala itu, polisi memerintahkan dan merazia paspor orang-orang yangdalam persepsi mereka tak terlihat seperti warga yang berasal dari Selandia Baru. Korban dari tindakan rasialisme itu umumnya warga-warga dari kepulauan pasifik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penggerebekan dan apa yang mereka [petugas] wakili menciptakan luka yang dalam, sementara kita tidak dapat mengubah sejarah kita," ujar Ardernseperti dikutip dari AFP, Senin(14/6).
Ardern mengatakan pernyataan maaf dari negara atas aksi rasialisme yang pernah terjadi itu akan disampaikan secararesmi oleh dirinya di Balai Kota Auckland, Selandia Baru, 26 Juni mendatang.
Mengutip dari media massa lokal Selandia Baru, Stuff, Ardern mengatakan, "Permintaan maaf tidak akan pernah bisa mengembalikkan apa yang terjadi atau membatalkan kerusakan yang terjadi, tetapi kami dapat mengakuinya dan kami dapat memperbaiki kesalahan."
Pemimpin Partai Nasional Judith Collins mendukung langkah Ardern yang akan membuat permintaan maaf resmi.
"Tindakan diskriminasi bersejarah terhadap komunitas Pasifika kami menyebabkan penderitaan yang berlangsung selama beberapa dekade, dan memang benar kami mengakui ini," kata Judith.
"Komunitas Pasifika adalah bagian penting dari masyarakat multikultural yang menjadikan negara ini istimewa dan kami berharap permintaan maaf ini akan membantu membantu pemulihan komunitas ini," imbuhnya.
Anggota Dewan Auckland Efeso Collins, yang merupakan keturunan Samoa dan Tokelauan, mengapresiasi keputusan Ardern bahwa negara akan meminta maaf atas aksi rasialisme yang telah menimbulkan 'luka' bagi para orang tua dan komunitas mereka.
"Saya sangat berterima kasih kepada pemerintah tetapi (saya) juga diingatkan akan penghinaan dan rasa sakit yang dihadapi komunitas saya," katanya.
Collins berharap pemerintah Selandia Baru pun akan memberi 'amnesti dan kompensasi' kepada korban yang menjalani hukuman imigrasi.
Namun, secara khusus Ardern menyatakan permintaan maaf secara resmi itu tak diiringi dengan amnesti bagi korban. Ia mengatakan tak ada jenis amnesti baru untuk warga yang tinggal tapi masa berlaku visanya habis (overstayers) saat ini, atau ganti rugi finansial bagi mereka yang trauma.
Pemerintah Selandia Baru diketahui jarang membuat permintaan maaf secara resmi. Namun Ardern mengaktu ada sejumlah kriteria yang telah terpenuhi, sehingga ia akan melakukan tindakan tersebut.
"Ada kriteria ketat yang berlaku ketika memutuskan untuk meminta maaf, termasuk, apakah ketidakadilan manusia telah dilakukan dan didokumentasikan dengan baik," jelasnya.
Sebelumnya, pada dekade 1970-an, di Selandia Baru terjadi penggerebekan rumah, tempat kerja, dan bahkan gereja untuk memeriksa orang-orang yang telah memperpanjang masa berlaku visanya atau kelebihan masa tinggal (overstayer).
Praktik tersebut sejalan dengan tren migrasi dari Kepulauan Pasifik yang didorong untuk mengisi kekurangan tenaga kerja. Namun saat ekonomi lesu, komunitas Pasifika dituding sebagai penyebab masalah sosial negara.
Saat itu, Penggerebekan itu hanya menargetkan orang-orang dari Kepulauan Pasifik, meskipun berdasarkan data sebagian besar overstayer berasal dari Eropa dan Amerika Serikat.
Dengan menargetkan penduduk Kepulauan Pasifik, orang-orang dari Niue, Tokelau, dan Kepulauan Cook - yang semuanya memiliki hak legal untuk tinggal di Selandia Baru - terkena dampak penggerebekan itu.
Menteri Urusan Pasifik Selandia Baru, Aupito William Sio mengatakan penggerebekan itu secara pribadi membuat keluarganya trauma saat dirinya masih remaja. Ayah Sio yang baru saja membeli rumah, tak berdaya saat polisi menggerebek kediamannya.
"Untuk seseorang yang telah mengetuk pintu pada dini hari dengan senter di wajah Anda, tidak menghormati pemilik rumah, dengan seekor anjing alsatian yang berbusa di pintu rumah Anda, akan masuk tanpa menghormati orang yang tinggal di sana cukup membuat traumatis," kata Sio.
Oleh karena itu, dia mengatakan permintaan maaf itu penting agar generasi Pasifika berikutnya di Selandia Baru dapat membangun kepercayaan dan keyakinan pada sistem pemerintahan.
"Saya tidak ingin anak-anak saya atau keponakan saya dibelenggu rasa sakit dan amarah karena tindakan itu. Saya butuh mereka untuk bergerak maju dan melihat ke masa depan, sebagai orang-orang Aotearoa,"ujarnya.
(isa/kid)