Jerman mengangkat Zsolt Balla, seorang Yahudi sebagai kepala Rabbi militer. Keputusan ini menjadi yang pertama sejak 90 tahun silam saat pemimpin otoriter Jerman Adolf Hitler mengusir orang Yahudi dari angkatan bersenjata.
Balla akan dilantik di sebuah sinagoga di Leipzig, pada hari Senin (21/6) besok waktu setempat. Para pejabat berharap pengangkatan Balla akan memperlihatkan wajah terbuka dan beragam angkatan bersenjata modern negara tersebut.
Namun, kehadiran Balla tetap menuai banyak perhatian, terlebih di dalam tubuh militer Jerman kini terdapat berbagai latar belakang serangkaian skandal ekstremis sayap kanan. Tak hanya di tubuh militer, tetapi juga kepolisian dalam beberapa tahun terakhir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tahun lalu pasukan komando elit militer yang dikenal sebagai KSK, sebagian dibubarkan setelah sebuah laporan menemukan ekstremisme sayap kanan dalam jajarannya. Berikutnya satuan elit polisi negara bagian terpisah, disebut SEK dibubarkan pekan lalu setelah petugasnya diduga memuliakan Nazi dalam grup obrolan online.
"Saya pikir setiap orang yang bertanggung jawab harus khawatir tentang masalah ini," kata Balla tentang ekstremisme di angkatan bersenjata Jerman mengutip CNN, Minggu (20/6).
Balla akan menjadi salah satu dari 10 rabi yang memberikan pelayanan pastoral bagi sekitar 80 hingga 300 tentara Yahudi yang saat ini bertugas di Bundeswehr.
Sama seperti pendeta Kristen, para rabi akan mengadakan layanan keagamaan dan menawarkan konseling terbuka untuk tentara dari semua agama. Balla berharap akan menjadi bagian dari pendidikan etika semua tentara di Bundeswehr.
Terakhir kali para rabi menjadi bagian dari angkatan bersenjata Jerman yakni selama Perang Dunia I, ketika sekitar 100.000 tentara Yahudi berperang untuk negara tersebut.
Lalu orang-orang Yahudi dilarang bertugas di militer tak lama setelah Hitler mengambil alih kekuasaan pada 1933. Ini sebagai bagian dari upaya awal Nazi untuk menyingkirkan mereka dari kehidupan publik.
Setelah era Nazi, tidak ada orang Yahudi yang bisa membayangkan bertugas di tentara Jerman, menurut Anthony Kauders, seorang profesor yang mengkhususkan diri dalam sejarah modern Jerman-Yahudi di Universitas Keele Inggris.
Mereka yang terus tinggal pada apa yang disebutnya 'tanah berlumuran darah' Jerman setelah Perang Dunia II bahkan dianggap "pengkhianat" oleh banyak orang Yahudi di tempat lain.
Kemudian pada tahun-tahun pascaperang, Jerman yang terpecah memilih budaya diam di sekitar kekejaman era Nazi, tetapi dalam beberapa dekade terakhir ini telah bergeser ke budaya mengingat - "Erinnerungskultur" - yang melihat anak-anak sekolah dididik tentang kengerian Holocaust sejak usia dini.
Balla mengatakan ada "pemahaman bahwa Jerman benar-benar melakukan yang terbaik di antara negara-negara Eropa untuk menghadapi masa lalunya, dan saya pikir itu harus diakui."
Ia meyakini cara memerangi ekstremisme adalah dengan bekerja sama.
"Komunitas Yahudi telah berubah. Kami juga memahami bahwa ini bukan Jerman yang sama," kata Balla.
(ryh/fra)