Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden akan menerima Presiden Afghanistan Ashraf Ghani dan Kepala Dewan Tinggi untuk Rekonsiliasi Nasional Afghanistan Abdullah Abdullah pada Jumat mendatang di Gedung Putih, Washington.
Itu adalah pertemuan pertama Biden dengan Ghani dan Abdullah pascapenarikan pasukan AS dari Afghanistan, dan di tengah makin meningkatnya lagi pertempuran antara pasukan pemerintah dan milisi Taliban di sana.
"Kunjungan Presiden Ghani dan Dr. Abdullah akan menyoroti kemitraan abadi antara Amerika Serikat dan Afghanistan setelah penarikan militer yang masih berlanjut," demikian pernyataan Gedung Putih--pusat pemerintahan federal AS--seperti dikutip dari Reuters, Senin (21/6).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai informasi, Joe Biden telah memutuskan menarik seluruh pasukan AS dari Afghanistan sejak April lalu yang menandakan berakhirnya keterlibatan miilter Negara Paman Sam dalam perang terpanjang. AS pun menutup sejumlah pangkalan militernya untuk diserahkan kepada pemerintah Afghanistan.
Setelah militer AS yang selama 20 tahun keberadaannya di sana ditarik, milisi Taliban disebut mulai gencar melakukan pertempuran dengan tentara pemerintah Afghanistan. Hasilnya, setidaknya sejauh ini 30 distrik disebut sudah dikuasai milisi Taliban.
Menanggapi rencana kunjungan Ghani dan Abdullah ke Gedung Putih, Jubir Taliban menyatakan itu 'tidak berguna' bagi Afghanistan.
"Mereka [Ghani dan Abdullah] hanya akan berbicara dengan pejabat AS untuk mempertahankan kekuasaan dan kepentingan pribadi mereka," ujar Juru Bicara Taliban Zabihullah Mujahid. "[Pertemuan] itu tak akan memberi keuntungan bagi Afghanistan."
Sementara itu, belum ada pernyataan resmi dari Kantor Kepresidenan Afghanistan mengenai lawatan ke Washington tersebut. Namun, salah satu sumber yang merupakan pejabat senior di pemerintahan itu mengatakan Ghani dan Abdullah ke Washington untuk mencari jaminan dari AS soal dukungan bagi pasukan keamanan negeri itu setelah penarikan militer.
Sementara itu, DPR AS disebutkan sedang memproses undang-undang untuk mempercepat proses pemberian visa khusus (SIVs) bagi warga Afghanistan. Pemberian visa khusus itu dilakoni karena risiko diterima para warga Afghanistan yang bekerja untuk pemerintah AS terancam milisi Taliban.
Bukan hanya itu, terjadi peluang peningkatan jumlah penerima SIVs itu meningkat dari 11 ribu jadi 19 ribu.
"Sekarang saatnya bagi AS untuk menghormati janji ktia dan melindungi mitra Afghanistan kita," ujar anggota DPR dari Partai Demokrat, Jason Crow.
Crow yang juga veteran militer di Afghanistan itu menjadi salah satu yang mendorong pengesahan undang-undang tersebut.
Beleid tersebut disponsori Crow bersama 24 anggota DPR AS lainnya. Beberapa di antaranya adalah veteran militer.
(reuters/kid)