Warga Bangladesh berhamburan di pasar dan terminal bus usai pemerintah mencabut aturan penguncian wilayah (lockdown) menjelang hari raya Iduladha, mulai 15 Juli hingga 23 Juli mendatang.
Di ibu kota, banyak orang memadati mal dan pasar untuk berbelanja di hari libur lebaran Iduladha. Pelabuhan dan terminal juga terpantau ramai, sebagian dari mereka memilih pulang kampung demi merayakan festival ini.
Salah satu yang turut merayakan pembukaan pembatasan itu adalah Mohammed Nijam. Ia bepergian dan berbelanja ketika aturan itu dicabut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Laki-laki itu dulunya seorang pekerja konstruksi, tapi kini menganggur akibat pandemi. Nijam akhirnya memilih untuk pulang ke rumah daripada terjebak lockdown di Kota Dhaka.
Ia rela mengantre dan berdesak-desakan dengan penumpang lain agar bisa berkumpul bersama keluarga.
"Saya harus membayar sewa setiap bulan meski saya tidak punya pekerjaan," kata Nijam seperti dikutip Associated Press, Senin (19/7).
Nijam bersyukur pemerintah Bangladesh melonggarkan lockdown pada pekan lalu. Setelah lockdown dicabut, Menteri Administrasi Publik, Farhad Hossain, menyatakan bahwa aturan memang harus dilonggarkan sebab di hari raya itu akan banyak bisnis berjalan.
"Namun, semua orang harus tetap waspada, menggunakan masker, dan mengikuti protokol kesehatan yang ketat," demikian pernyataan pemerintah Bangladesh yang dikutip Reuters, Senin (19/7).
Menanggapi kebijakan pemerintah, pakar kesehatan menilai tindakan tersebut dapat memperburuk lonjakan kasus Covid-19, apalagi dengan kemunculan varian Delta yang disebut lebih menular.
"Sudah ada kelangkaan tempat tidur, ICU, sementara tenaga kesehatan kami kelelahan. Kami hampir tidak mungkin mampu menangani krisis" ujar pakar kesehatan masyarakat, Be Nazir Ahmed.
Ahmed menerangkan lebih lanjut, pencabutan lockdown menyebabkan orang-orang dari kota pergi ke desa dan berpotensi menyebarkan virus, terutama ketika warga ke pasar ternak untuk membeli hewan kurban.
"Mungkin ratusan ribu pasar sapi akan diatur di seluruh negeri, mulai dari desa terpencil hingga kota. Penjual sapi serta lainnya yang bergerak di bisnis itu sebagian besar berasal dari pedesaan, dan mungkin mereka akan membawa virus," katanya.
Saat Idulfitri Mei lalu, diperkirakan 10 juta dari 20 juta penduduk Dhaka mudik ke kampung halaman untuk merayakan hari raya itu bersama keluarga.
Situasi yang sama diperkirakan terjadi dalam libur lebaran Iduladha ini, terutama banyak orang seperti Nijam yang ingin menghabiskan waktu lockdown di desanya.
Menurut perhitungan pemerintah, sekitar 30 juta hingga 40 juta orang akan menggelar salat ied di masjid atau lapangan terbuka, besok, Rabu (20/7).
"Jemaah Iduladha akan menjadi penyebar virus," katanya.
Kata Ahmed, hari-hari setelah Iduladha akan menjadi waktu yang kritis bagi Bangladesh.
"Kita mungkin tak betul-betul menghindari situasi bencana," kata Ahmed.
Sebelum keputusan ini, Bangladesh menerapkan lockdown pada 1 Juli lalu karena lonjakan Covid-19.
Tentara dan penjaga perbatasan juga dikerahkan. Setiap hari mereka berpatroli di jalan-jalan mengawasi pergerakan warga. Menurut laporan, ribuan orang telah ditangkap dan dikirim ke penjara karena melanggar aturan lockdown.
Meskipun sudah ada pembatasan, kasus harian dan kematian akibat infeksi Covid-19 di Bangladesh masih tinggi. Setiap hari, kasus berkisar di angka 11 ribu, sementara kematian mencapai 200-an.
Pada Minggu (18/7), kasus harian Covid-19 di Bangladesh bahkan mencapai 11.758 dengan angka kematian mencapai 225.
Hingga kini, total kasus Covid di Bangladesh mencapai hampir 1,1 juta, dengan akumulasi angka kematian sebanyak 18 ribu.
(isa/has)