Ledakan opium di Afghanistan dimulai pada 1980-an saat pengedar narkoba memanfaatkan kekacauan setelah invansi Uni Soviet pada 1979.
Namun, koordinator pasukan invasi pasukan darat Amerika Serikat, Tommy Franks, menyatakan bukan misinya menangani narkoba. Usai Uni Soviet hengkang dari Afghanistan, AS mulai menduduki negara itu dengan misi memerangi terorisme.
"Kami bukan satuan tugas narkoba. Ini bukan misi kami," katanya pada 2002 lalu. Pesan tersebut disampaikan Franks untuk para penguasa opium agar tidak berpihak pada Taliban karena AS tak berniat mengganggu produksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak saat itu, kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) telah menganalisis dan mengawasi opium Afghanistan.
Taliban adalah pengedar narkoba, mereka mengikuti anjuran Al-Quran seolah-olah kelompok itu menentang konsumsi dan budidaya narkoba.
Namun, penulis buku Seeds of Terror: How Heroin Is Bankrolling the Taliban and Al-Qaeda, Gretchen Peters menjelaskan larangan Taliban terhadap penanaman opium hanyalah taktik.
"Afghanistan tak dapat bertahan hidup tanpa opium. Ini secara bersamaan membunuh Afghanistan sambil juga menjaga sejumlah besar orang tetap hidup," katanya, seperti dikutip Reuters.
Dalam konferensi pers pertamanya, usai berhasil menduduki istana kepresidenan Afghanistan, juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid memohon bantuan internasional agar memberi para petani tanaman alternatif selain bunga opium.
Mujahid janji pemerintah baru tidak akan mengubah Afghanistan menjadi negara narkotika. Namun, janji-janji ini tampaknya hanya sebuah taktik para pemimpin baru Taliban untuk terlihat lebih moderat.
Ia belum menjelaskan bagaimana mereka akan melarang opium yang notabenya sumber utama bagi Taliban.
Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), yang turut menginvasi selama dua dekade, juga belum berhasil mematahkan ketergantungan Afghanistan pada pertanian opium.
Sementara itu, menurut pakar perdagangan narkoba internasional di School of Oriental and African Studies (SOAS) di Universitas London, Jonathan Goodhand, Taliban menyadari janji untuk melarang heroin dapat memperoleh dukungan internasional.
Kemungkinan besar, Afghanistan akan tetap menjadi pemasok opium ilegal yang besar, yang memproduksi lebih dari 90 persen heroin dunia.
Menguasai negara juga akan menawarkan akses Taliban ke maskapai penerbangan, birokrasi negara dan bank, memfasilitasi perdagangan opium serta pencucian uang.
Seperti banyak negara, ekonomi Afghanistan terpukul akibat Covid-19. Banyak fasilitas kesehatan publik menghadapi kekurangan dana akut.
Taliban juga menghadapi tantangan keuangan yang menakutkan usai mereka mengambil alih Kabul, pertengahan Agustus lalu.
Selain mengandalkan opium, Taliban memiliki beberapa sumber yang mungkin bisa dimanfaatkan agar menghasilkan anggaran yang cukup demi menjalankan negara, demikian menurut The Conversation.
Kepabeanan dan perpajakan. Usai, memegang kendali penuh atas penyeberangan perbatasan Afghanistan dan kantor-kantor pemerintah, Taliban dapat mulai mengumpulkan semua pajak impor dan pajak lain masuk ke kantong mereka.
Jika pengakuan internasional tak kunjung muncul, dalam hal ini mereka mungkin dapat terus menghasilkan sumber pendapatan yang signifikan dari penyelundupan narkoba. Afghanistan disebut bertanggung jawab atas sekitar 80 persen pasokan opium dan heroin global.
Dari sektor pertambangan, Afghanistan diperkirakan memiliki mineral senilai US$ 1 triliun atau Rp14 ribu triliun di pegunungan dan wilayah lain. China, sangat ingin menambang logam-logam ini, termasuk litium, besi, tembaga, dan kobalt. Meskipun, mungkin tidak terjadi dalam jangka pendek.
Beberapa negara non-Barat juga dilaporkan telah membantu Taliban secara finansial, termasuk Rusia, Qatar, Iran dan Pakistan, dan mereka mungkin terus melakukannya.
Meski sudah ada sumber pendapatan lain, Taliban disebut masih tertarik dengan sumber pendapatan bantuan dari AS serta negara lain, dan menyingkirkan sanksi PBB yang telah diberlakukan sejak 1999.
Taliban mengklaim akan membangun pemerintah moderat termasuk menghormati hak-hak perempuan dan tidak mengizinkan teroris beroperasi dari Afghanistan. Komunitas internasional mungkin ingin menggunakan bantuan dan pembekuan aset sebagai peringatan agar Taliban memenuhi janjinya.
Mereka juga ingin memastikan hak asasi manusia dan perempuan dilindungi. Selain itu, Upaya itu pun mesti diiringi dengan menargetkan pengedar dan bandar narkoba sambil menuntut kepatuhan terhadap aturan hukum.
"Afghanistan menghancurkan opium, atau opium akan menghancurkan Afghanistan," kata mantan presiden Afghanistan, Hamid Karzai, pada 2005 lalu.
(isa/bac)