RI 'Putus' Norwegia, Proyek Deforestasi PBB Bisa Gagal Total

CNN Indonesia
Selasa, 12 Okt 2021 12:48 WIB
Keputusan RI menghentikan kerja sama penanganan deforestasi dalam mekanisme REDD+ dinilai mempengaruhi program pelestarian hutan PBB secara luas.
(Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

Terlepas dari tujuannya yang mulia, mekanisme REDD+ dinilai sejumlah aktivis lingkungan tidak efektif dan justru menginjak-injak hak masyarakat adat yang kerap bergantung pada hutan.

Selama ini, REDD+ telah meluncurkan ratusan proyek di berbagai negara berkembang pemilik hutan terbesar di dunia. Proyek-proyek itu dilakukan mulai dari skema level nasional hingga level kecil dan swasta yang didukung pemerintah asing.

Namun, banyak proyek REDD+ yang dirundung kontroversi seperti di Kamboja, Peru, dan Republik Demokratik Kongo. Para aktivis lingkungan mengatakan masyarakat lokal tak dilibatkan dalam proyek-proyek REDD+.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masyarakat adat juga jarang mendapat kompensasi yang layak dari proyek tersebut atas peran mereka melindungi hutan. Padahal, masyarakat adat dinilai menjadi garda terdepan yang kerap menjaga dan melindungi kelestarian hutan dan ekosistemnya.

Dalam beberapa kasus, proyek REDD+ justru memicu konflik dengan masyarakat adat.

Di RD Kongo, masyarakat lokal tidak diajak berkonsultasi sebelum proyek REDD+ dimulai. Hal itu memicu konflik hingga pertumpahan darah di sana, menurut laporan Rainforest Foundation UK.

"Pola arsitektur (dari mekanisme REDD+) sudah keliru, ingin mengurangi deforestasi dengan berdasarkan nilai karbonnya, daripada nilai intrinsik lain yang seharusnya dipertimbangkan juga seperti kondisi manusia dan alamnya," kata Joe Eisen, Direktur Eksekutif Rainforest Foundation UK.

"Potensi hutan jauh lebih banyak daripada hanya dilihat dari jumlah karbon yang dapat mereka serap," paparnya menambahkan.

Menurut para aktivis, keputusan RI menarik diri dari REDD+ menggarisbawahi kelemahan mekanisme kerja sama tersebut.

Dalam kesepakatan itu, Indonesia salah satunya perlu mengembangkan strategi untuk memerangi deforestasi dan menghasilkan sistem pemantauan manajemen hutan.

Namun, menurut laporan Center for Global Development 2015, progres deforestasi lebih lambat dari yang diharapkan dan deforestasi justru meningkat.

Para peneliti lingkungan pun khawatir keputusan Indonesia keluar dari REDD+ menjadi kemunduran upaya penanganan perubahan iklim dari negara tersebut.

Menurut Global Forest Watch, Indonesia pada 2001 memiliki 93,8 juta hektar hutan primer atau hutan purba yang sebagian besar tidak terjamah aktivitas manusia. Luasnya sama seperti negara Mesir.

Sementara itu, pada 2020, Indonesia telah kehilangan hutan primer sebanyak 10 persen atau sebesar negara Portugal.

(rds/asa)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER