Perdana Menteri Israel Naftali Bennett akan terbang ke Sochi, Rusia, untuk membahas program nuklir Iran bersama Presiden Rusia Vladimir Putin pada pekan depan.
"Keduanya akan membahas serangkaian masalah diplomatik, keamanan dan ekonomi yang melibatkan kedua negara, serta masalah regional yang penting, terutama program nuklir Iran," kata kantor Bennett, Selasa (12/10).
Pertemuan ini akan menjadi kunjungan resmi pertama Bennett ke Rusia sejak menjabat pada Juni. Sebelumnya, pertemuan Israel-Rusia dilakukan oleh pendahulunya, Benjamin Netanyahu yang menjabat selama 12 tahun berturut-turut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait kepemilikan Iran atas senjata nuklir, Bennett mengatakan kepada Majelis Umum PBB bahwa Israel "tidak akan mengizinkan Iran memperoleh senjata nuklir."
Ia juga menilai program nuklir Iran sudah melanggar semua batasan yang bertujuan untuk mencegah pembuatan senjata.
"Program senjata nuklir Iran sudah di titik kritis. Semua batasan sudah diterobos," ujar Bennett dalam pidatonya di sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Senin (27/9).
Bennett pun menegaskan bahwa Israel akan melakukan segala daya upaya untuk mencegah Iran mengembangkan senjata nuklir.
Sementara itu, Iran mengatakan program nuklirnya dibuat untuk tujuan damai.
Melansir CFR, Iran dan beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, menandatangani kesepakatan Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) di 2015. Kesepakatan ini menempatkan pembatasan signifikan pada program nuklir Iran dengan imbalan keringanan sanksi untuk negara itu.
Di bawah ketentuan JCPOA, Iran setuju untuk membongkar sebagian besar program nuklirnya dan membuka fasilitasnya untuk inspeksi internasional yang lebih luas. Namun, pembongkaran itu dilakukan dengan imbalan bantuan sanksi senilai miliaran dolar AS.
Lihat Juga : |
Iran meminta masyarakat internasional untuk memberikan keringanan sanksi internasional akibat program nuklir rahasianya yang menurut Agensi Energi Atom Internasional (IAEA) dan negara-negara besar melanggar kewajiban perjanjian negara itu.
Namun, kesepakatan JCPOA terancam ambruk akibat penarikan Amerika Serikat atas kesepakatan itu pada 2018, kala kepemimpinan Donald Trump.
Merespons kepergian AS dan balasan atas serangan mematikan terhadap orang-orang terkemuka Iran pada 2020, Iran memulai kembali pembangunan nuklirnya.