Jakarta, CNN Indonesia --
Sejumlah media asing turut menyoroti warga Jakarta yang takut menyampaikan komplain akan suara azan yang dianggap terlalu bising dan mengganggu kenyamanan.
AFP melaporkan salah satu warga Jakarta, Rina (bukan nama sebenarnya), bangun tiap pukul 03.00 pagi karena pengeras suara yang begitu keras dari masjid di pinggiran Jakarta saat azan berkumandang.
Dia mengalami gangguan kecemasan. Rina sering tak bisa tidur, mual saat makan, tetapi takut saat akan menyampaikan keluhannya. Sebab, ia menilai jika mengatakannya akan dipenjara atau diserang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keluhan terkait azan di Indonesia dinilai sensitif dan dapat berujung pada tuduhan penistaan agama, kejahatan dengan ancaman hukuman lima tahun penjara.
"Tidak ada yang berani mengeluh mengenai hal itu, di sini," kata Rina.
Rina lalu melanjutkan, "Pengeras suara tidak hanya digunakan untuk azan tetapi juga digunakan untuk membangunkan orang 30-40 menit sebelum waktu salat subuh."
Ia merasa tak bisa lagi menahan suara bising itu setelah menahan kebisingan selama enam bulan.
Bagi Rina, gangguan malam hari memengaruhi kesehatannya.
"Saya mulai mengalami insomnia, dan saya didiagnosa mengalami gangguan kecemasan setelah selalu terbangun. Sekarang saya berusaha membuat diri saya selelah mungkin, sehingga saya bisa tidur di tengah kebisingan," jelasnya.
Media lokal Prancis, RFI, juga turut melaporkan hal serupa. Menurut laporannya, keluhan soal pengeras suara yang bising semakin meningkat di media sosial.
Namun, adanya anonimitas dan ketakutan akan serangan balasan menjadikan tak terhitung secara resmi jumlah orang yang mengeluh karena hal tersebut.
Indonesia pernah dipuji karena toleransi beragama lantaran berbagai pemeluk agama bisa hidup berdampingan. Namun, belakangan muncul kekhawatiran Islam moderat akan terancam oleh kelompok garis keras.
Lanjut baca di halaman berikutnya...
Pada 2018 lalu, seorang perempuan beragama Buddha. Meiliana, dipenjara usai mengeluhkan suara azan yang memekan telinga."Sakit telingaku", katanya.
Usai ada keluhan itu, ratusan pengunjuk rasa membakar hampir selusin kuil Buddha di Tanjung Balai Sumatera Utara, wilayah tempat tinggal perempuan tersebut.
Ibu empat anak itu dipenjara selama 18 bulan pada 2018.
Mei lalu, sekelompok orang marah dan mengunjungi kompleks perumahan mewah di dekat Jakarta setelah salah satu warga meminta pengeras suara masjid setempat dijauhkan dari rumahnya.
Polisi dan militer terpaksa turun tangan, dan pria itu secara terbuka meminta maaf melalui media sosial untuk memadamkan kemarahan.
Awal 2021, aktris dan influencer Zaskia Mecca, dikecam netizen setelah ia mengkritik volume masjid selama bulan suci Ramadhan. Rina sendiri bersikeras tidak akan mengadu.
"Kasus [ibu yang dipenjara] menunjukkan kepada kita bahwa melaporkannya tidak akan membawa apa-apa selain bencana," ujarnya.
"Saya tidak punya pilihan selain hidup dengan itu. Atau menjual rumah saya."
Salah satu akademisi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah di Jakarta, Ali Munhanif, mengatakan orang Indonesia sering bereaksi marah terhadap keluhan seperti itu. Pasalnya, mereka salah memercayai bahwa pengumuman pengeras suara sebagai persyaratan agama daripada ekspresi budaya.
"Inilah yang terjadi ketika kemajuan teknologi bertemu ekspresi keagamaan yang berlebihan. Jika azan dibiarkan begitu saja atau tidak diatur maka bisa mengganggu kerukunan masyarakat," imbuhnya.
Ketua Dewan Masjid Indonesia, Jusuf Kalla, memperkirakan sekitar separuh masjid di Indonesia memiliki akustik yang buruk, yang memperburuk masalah kebisingan.
"Ada kecenderungan untuk mengatur volume suara yang tinggi agar azan dapat didengar oleh jamaah sebanyak mungkin dari jarak jauh karena mereka menganggapnya sebagai simbol keagungan dalam Islam," jelas koordinator program akustik IMC, Azis Muslim.
Organisasi tersebut berjuang untuk meminimalkan ketegangan masyarakat dengan layanan gratis untuk memperbaiki sistem suara dan menawarkan pelatihan.
Ada sekitar 7.000 teknisi untuk mengerjakan proyek tersebut dan telah memperbaiki audio di lebih dari 70 ribu masjid.
Meski program tersebut tidak wajib, Ketua Masjid Al-Ihkwan Jakarta, Ahmad Taufik, memanfaatkannya karena ingin memastikan keharmonisan sosial.
"Suaranya sekarang lebih lembut. Dengan begitu tidak akan mengganggu orang-orang di sekitar, apalagi kami memiliki rumah sakit di belakang masjid," katanya.