Sementara itu, beberapa mahasiswa Indonesia yang berada di China tidak merasakan fenomena panic buying di wilayah tempat mereka menetap.
Gede Ananda salah satunya, ia tidak merasakan situasi panic buying di distrik Chongqing-Beibei.
"Soal panic buying sendiri kalau di daerah saya distrik Chongqing-Beibei tidak ada ya. Semua masih berjalan normal. Kalau daerah lain saya kurang tahu," ujarnya saat diwawancarai CNNIndonesia.com, Kamis (4/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain Gede, mahasiswa RI lain yang berada di Harbin juga tidak merasakan fenomena panic buying di wilayah tempat dia menetap sekarang. Identitas mahasiswa ini dirahasiakan atas permintaannya.
"Kalau di tempat saya sendiri, di Harbin, di provinsi Heilongjiang, sebetulnya semuanya normal. Tidak ada seperti yang diberitakan, begitu," ujar mahasiswa itu saat diwawancara CNNIndonesia.com, Kamis (4/11).
Ketahanan pangan merupakan isu yang cukup sensitif bagi warga China. Pemerintah China harus memastikan 1,4 miliar penduduknya mendapatkan makanan yang cukup.
Kala kepemimpinan Mao Zedong, China pernah mengalami krisis kelaparan yang membuat jutaan warga negara itu meninggal dunia. Bencana ini masih membawa luka bagi generasi tua negara itu.
Untuk mencegah agar krisis ini tak lagi terjadi, Pemerintah Beijing memutuskan untuk mengandalkan pasokan pangan dalam negeri dibandingkan dari luar. Tak hanya itu, pandemi Covid-19 juga membuat ketahanan makan semakin sering digaungkan.
Bahkan, Presiden China saat ini, Xi Jinping, mengatakan bahwa mangkok nasi bagi penduduk negara itu harus benar-benar digenggam erat, yang mana mengartikan Beijing harus memastikan keamanan mutlak akan suplai padi mereka.
(pwn/bac)