Dia lantas terinspirasi melakukan gerakan serupa untuk kelompok ibadah sendiri, dan mengumpulkan sekitar 200 orang transgender.
Chanel membuka gereja itu sekitar enam bulan lalu, dengan pembukaan perdana via daring.
Dia menyambut jemaat dengan memberi makan. Sepekan sekali, ia juga membagikan sumbangan berupa makanan kepada orang miskin di Sao Paulo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Chanel mengatakan bahwa kebaktian di gerejanya itu pernah menjadi sasaran serangan kaum Evangelikal konservatif secara online. Namun, ia tetap membuka pintu untuk semua golongan.
"Trans atau tidak, saya mengundang semua orang ke kebaktian mingguan kami. Kami terbuka untuk semua orang," katanya.
Salah satu jemaah yang mengikuti kebaktian di gereja inklusif itu adalah Vanessa Souza.
"Saat saya pergi ke Gereja Katolik, banyak orang memerhatikan saya, terutama saat saya menerima komuni (upacara di Gereja Katolik)," ujar salah satu jemaah.
Souza lalu mengatakan bahwa di gereja bentukan Chanel, ia merasa seperti rumah.
"Di sini berbeda. Tidak ada orang yang melihat saya. Tak ada yang mengamati pakaian saya atau memanggil saya banci. Saya merasa seperti di rumah," katanya.
Saat ini, ia tengah menunggu operasi bedah untuk benar-benar menjadi gender yang dipilih.
Chanel sendiri tak terburu-buru untuk melakukan operasi. Ia tetap menggunakan nama Ricardo di kartu identitasnya.
"Itu memberi saya kesempatan mengajar ke orang-orang setiap ada yang mengajukan pertanyaan," katanya.
(isa/has)