Jakarta, CNN Indonesia --
Seorang psikiater terkemuka di Afghanistan, Nader Alemi, ditemukan tewas setelah sempat diculik oleh orang-orang bersenjata pada September.
Manizheh Abreen, anak perempuan Alemi, mengatakan bahwa ayahnya sempat disiksa sebelum meninggal dunia.
"Kemarin kami telah membayar US$350.000 (Rp4,9 miliar) kepada para penculik dan mereka berjanji untuk membebaskan ayah saya hari ini. Tapi pagi ini kami malah menerima mayatnya," kata Abreen, dikutip dari The Guardian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, Abreen mengatakan bahwa sebelumnya para penculik meminta uang tebusan sebanyak $800.000 (Rp11,4 miliar). Namun, keluarga Alemi tak bisa mendapatkan uang sebanyak itu mengingat Afghanistan sendiri tengah mengalami kekurangan ekonomi.
"Mereka (penculik) menyuruh kami menjual tempat tinggal dan rumah sakit, kami memohon dan menawar kepada mereka mengingat tidak ada orang yang akan membeli properti dalam situasi seperti itu. Mereka tidak peduli. Kami mengumpulkan uang dari teman dan keluarga kami, juga menjual mobil dan perhiasan yang kami punya."
Dari usahanya, Abreen hanya dapat mengumpulkan uang sebanyak Rp4,9 miliar.
"Ayah kami sudah tua, dan dia juga menderita diabetes, tetapi orang-orang brutal itu tidak peduli," ujar Abreen lagi.
Abreen juga mengatakan kalau jasad ayahnya menunjukkan bahwa pria itu sempat disiksa.
Sebelum jasadnya ditemukan, Alemi diculik di wilayah barat kota Mazar-i-Sharif. Mobilnya sempat dihentikan kala pria itu tengah melakukan perjalanan pulang ke rumah.
Beberapa bulan sebelum diculik, pria 66 tahun itu kerap menerima ancaman lewat telepon dan pesan.
Alemi punya rumah sakit di Afghanistan, baca di halaman berikutnya...
Alemi adalah orang pertama yang membuka rumah sakit jiwa swasta pertama di Afghanistan. Dia diyakini sebagai satu-satunya psikiater berbahasa Pashto di Afghanistan utara, dan pejuang Taliban termasuk salah satu pasiennya.
Salah satu dokter di rumah sakit milik Alemi, Khan Murad Muradi, mengatakan Alemi adalah orang yang baik hati.
"Tidak ada orang yang aman di Mazar-i-Sharif," tambah Muradi.
Kejadian ini juga menuai respons dari aktivis hak asasi manusia di Afghanistan. Aktivis itu, yang menolak disebutkan namanya, mengatakan, "para penculik dan pembunuh harus bertanggung jawab dan Taliban harus memberikan keamanan kepada rakyat Afghanistan."
Sementara itu, Direktur Associate Asia untuk Human Rights Watch Patricia Gossman, sempat meminta pihak berwenang Afghanistan untuk menyelidiki keberadaan Alemi.
"Jika dia (Alemi) telah diculik maka orang yang bertanggung jawab akan kejahatan itu harus dihukum. Taliban mengklaim kelompoknya dapat menjaga keamanan (di Afghanistan), seharusnya mereka menginvestigasi dengan saksama terkait apa yang terjadi dan menegakkan keadilan pada orang yang bertanggung jawab atas kejahatan ini, pun juga melindungi hak-hak orang yang dituduh melakukan kesalahan," kata Gossman, dikutip dari The Independent.
Taliban, yang kini menguasai Afghanistan, sempat mengklaim pihaknya mampu menjaga keamanan di negara itu. Namun, berkali-kali kelompok ISIS berhasil melancarkan serangan bom mereka, dan tindak kriminal di negara itu juga kian meningkat.
Sebelumnya, salah salah aktivis perempuan Afghanistan, Forouzan Safi, ditemukan tewas pada akhir Oktober lalu. Ia sempat yakin ada seseorang yang akan membantu dirinya keluar dari Afghanistan.
Namun, Safi ditemukan tewas bersama tiga perempuan lain, yang juga meninggal, tak lama setelah meninggalkan rumah.
Safi merupakan pengacara hak-hak sipil dan dosen ekonomi di kota Mazar-e-Sharif, Afghanistan utara.