Jakarta, CNN Indonesia --
Michael Clark Rockefeller, salah satu cucu 'raja' minyak Amerika Serikat John D. Rockefeller. Ia hilang di Papua beberapa dekade lalu tepatnya pada 18 November 1961.
Putra Wakil Presiden Amerika Serikat Nelson Rockefeller ini berada di Papua, yang kala itu disebut Nugini Belanda, untuk mengumpulkan ukiran kayu suku Asmat.
Rencananya, ukiran itu akan menjadi salah satu karya untuk Museum Seni Primitif ayahnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun di hari itu, perahu yang Rockefeller tumpangi terbalik. Ia disebut sempat berenang menuju pantai tetapi masih tak jelas apakah ia berhasil sampai daratan atau tidak.
Hilangnya salah satu anggota Rockefeller itu menarik perhatian media Amerika dan dunia. The New York Times kerap memberikan kabar baru terkait pencarian Rockefeller kala itu, yang dilakukan dengan helikopter, pesawat, kapal, dan ribuan masyarakat lokal.
Namun apa daya, jejak Rockefeller tak ditemukan dan otoritas kala itu menyatakan bahwa ia tenggelam, sebagaimana dilansir Vox.
Rumor bahwa Michael Rockefeller dimakan suku kanibal di Papua, baca di halaman berikutnya...
Ada pendapat lain yang muncul terkait misteri hilangnya Rockefeller.
Carl Hoffman, penulis buku 'Savage Harvest: A Tale of Cannibalism, Colonialism and Michael Rockefeller's Tragic Quest for Primitive Art,' menilai Rockefeller berhasil mencapai pantai, tetapi dibunuh dan dimakan oleh Suku Asmat.
Hoffman juga menyampaikan bahwa Pemerintah Belanda dan Gereja Katolik mengetahui kejadian itu, tetapi memilih merahasiakannya, dikutip dari Vox. Menurut Hoffman, ia percaya Rockefeller dimakan karena suku Asmat menganggap kanibalisme dan perburuan kepala sebagai praktik yang sakral.
Hoffman menuturkan suku Asmat percaya kalau mereka dapat membentuk ikatan yang kuat dengan korbannya, mengambil kekuatan si korban, namanya, dan menjadi si korban, kala mereka melakukan praktik kanibalisme.
Tak hanya itu, Rockefeller melakukan perjalanan kala tradisi kanibalisme tengah marak-maraknya. Pada Desember 1957, masyarakat di desa Otsjanep dan desa tetangga terlibat perang. Dari 124 orang yang ikut dalam bentrokan itu, hanya 11 orang yang berhasil pulang. Desa Otsjanep menjadi salah satu desa yang mempraktikkan kanibalisme.
Rockefeller disebut berhasil sampai ke pantai, tetapi ia bertemu dengan kelompok masyarakat Otsjanep.
Setelah pencarian Rockefeller berakhir, salah satu pastor Belanda, yakni Pastor Hubertus von Peij melakukan putaran seperti biasa di wilayah desa Otsjanep dan desa tetangga mereka, Omadesep.
Kemudian, ada empat pria yang menghampir von Peij dan mengatakan kalau Rockefeller dibunuh dan dimakan oleh kelompok pejuang Otsjanep yang beristirahat, cerita Hoffman.
Mengutip CBS News, Hoffman adalah seorang jurnalis yang menghabiskan waktu 2,5 tahun untuk mencoba mengungkap nasib Michael Rockefeller.
"Dia (Rockefeller) sangat menyukai seni.Jurnal-jurnalnya mengungkapkan keseriusannya. Maksudku, dia benar-benar berusaha mengungkap misteri seni Asmat," kata Hoffman.
Pada 18 November 1961, Rockefeller bepergian dengan kapal terbuka bersama antropolog Belanda Rene Wassing. Kapal mereka terbalik dan mesin kapal itu mati, dikutip dari CBS News.
Wassing berhasil diselamatkan, dan ia mengatakan Rockefeller mengikat dua kaleng bensin kosong di pinggangnya dan berenang ke pantai.
"Saya berkata kepada Michael saya tak berani (berenang) karena saya akan kelelahan. Dan dia (Rockefeller) berkata 'saya pikir saya bisa melakukannya'," tutur Wassing dalam sebuah konferensi pers.
Namun, jejak kehidupan Rockefeller tak pernah ditemukan.