Jakarta, CNN Indonesia --
Pejabat pemerintahan selatan Filipina dilaporkan tengah membuat rencana rahasia bersama kelompok militan di Sulu untuk menyerbu negara bagian Sabah, Malaysia.
Sumber keamanan regional mengatakan rencana invasi itu kemungkinan dapat terjadi pada Februari 2022, sembilan tahun setelah serangan mematikan kelompok militan Filipina ke Lahad Datu pada 2013 lalu.
Menurut sebuah laporan This Week in Asia terbitan South China Morning Post, sumber tersebut mengklaim 19 wali kota di Kepulauan Sulu, Filipina, menggelar pertemuan pada 1 Desember lalu untuk membahas rencana "pengiriman tentara Kerajaan Sulu" yang terdiri dari 600 pasukan untuk menyerang Sabah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Laporan tersebut mengatakan pertemuan itu diatur oleh seorang pejabat senior pemerintah lokal di selatan Filipina.
Sebanyak 11 dari total 19 wali kota yang hadir dalam rapat rahasia itu disebut menyetujui rencana penyerbuan. Sementara itu, delapan wali kota lainnya menentang atau menolak plot tersebut.
"Setiap wali kota diharapkan dapat mengirim 50 pasukan yang terampil dan berani berperang. Biaya amunisi dan logistik lainnya akan ditanggung oleh pejabat tinggi yang juga berjanji menyumbang 500 ribu peso (Rp142 juta) untuk membuat 100 speed boat yang akan digunakan untuk menyerang Sabah," kata sumber tersebut.
Sumber itu juga menuturkan, menurut rencana, pejabat setempat telah memasok 500 senjata api kepada perwakilan lokal di Sulu yang akan dibagikan kepada para pasukan.
Sumber tersebut juga mengatakan sekitar 150 hingga 200 mata-mata dari Sulu diperkirakan akan diarahkan ke Lahad Datu dan Semporna, dua kota pesisir utama Malaysia yang menjadi target pintu masuk bagi para pasukan militan Filipina Selatan.
Sumber itu mengklaim sel-sel kelompok militan di Sabah juga telah diwanti-wanti soal rencana invasi ini. Mereka disebut terus mengumpulkan informasi intelijen dan keamanan di wilayah itu.
"Potensi rencana penyerangan Sabah akan membuahkan hasil tergantung pada seberapa besar dukungan politik dan dana yang bisa didapat dari berbagai pihak," kata sumber dalam laporan tersebut seperti dikutip Malay Mail.
"Banyak pemangku kepentingan di Filipina dan luar negeri bersedia memanfaatkan masalah ini untuk kepentingan politik dan strategis masing-masing," ucap sumber tersebut menambahkan.
Alasan Sabah jadi perebutan Filipina dan Malaysia dapat dibaca di halaman berikutnya >>>
Kenapa Sabah?
Rumor rencana invasi ini muncul sembilan tahun setelah upaya terakhir Kesultanan Sulu untuk "mengambil kembali" wilayah Kalimantan Utara yang disebut pernah menjadi bagian dari teritorialnya.
"Kegagalan ahli waris Kesultanan Sulu untuk mendapatkan persetujuan dari pemerintah Malaysia untuk menyelesaikan hak kepemilikan atas Sabah mendorong pelaksanaan rencana ini," papar sumber itu.
Pada Februari 2013 lalu, lebih dari 200 pasukan militan Sulu bersenjata lengkap menyerbu Lahad Datu, kota pantai timur Malaysia.
Serbuan itu dilakukan atas perintah orang yang mengklaim diri sebagai Sultan Sulu, Jamalul Kiram III. Pasukan itu dipimpin saudara Jamalul, Agbimuddin.
Konflik yang berlangsung lebih dari sebulan itu menewaskan 68 pasukan dari Kesultanan Sulu, sembilan personel angkatan bersenjata Malaysia, dan enam warga sipil.
Kesultanan Sulu memang pernah menguasai bagian selatan Filipina dan Sabah sebelum pemerintah kolonial Inggris memindahkan Sabah menjadi Federasi Malaysia pada 1963.
Ketua Institut Penelitian Perdamaian, Kekerasan, dan Terorisme Filipina, Rommel Banlaoi juga memprediksi bahwa pasukan Kesultanan Sulu dan Kalimantan Utara masih memiliki 20-30 personel angkatan bersenjata reguler. Menurutnya, mereka mampu memobilisasi hingga 500 gerilyawan bersenjata Tausug sebagai tambahan kekuatan.
[Gambas:Photo CNN]
Tausug merupakan salah satu etnis dari Sulu yang diyakini masih menyimpan dendam di Sabah.
"Niat itu tidak akan hilang karena semua orang di Sulu telah menyebarkan narasi kepada generasi muda bahwa Sabah adalah milik Kesultanan Sulu," kata Banlaoi.
Profesor studi National War College Asia Tenggara yang berbasis di Washington, Zachary Abuza, memperkirakan bahwa Pasukan Keamanan Kerajaan Sulu memiliki hingga 235 orang selama invasi 2013 ke Lahad Datu. Namun, mereka adalah "orang-orang yang kurang terlatih, bersenjata ringan, dan sangat sesat."
"Jamalul Kiram meninggal pada 2013. Putrinya terus mengklaim Sabah, meskipun tidak jelas apakah dia memiliki pendukung bersenjata atau sumber daya untuk meningkatkan kekuatan," kata Abuza.
Sementara itu, secara politik, Filipina tidak pernah melayangkan niat untuk membatalkan klaimnya atas Sabah. Presiden Filipina saat ini, Rodrigo Duterte, juga pernah bersumpah pada 2016 untuk mengejar klaim negara itu atas Sabah sebagai wilayah Filipina yang berdaulat.
Pada 2019, Menteri Luar Negeri Filipina Teodoro Locsin Jnr menegaskan kembali klaim Filipina atas Sabah selama pengarahan anggaran kongres.
"Kita tidak akan pernah memiliki kedutaan di Sabah. Memikirkan hal itu bahkan merupakan tindakan pengkhianatan," kata Locsin Jnr kepada komite alokasi DPR.
Sementara itu, Malaysia tidak pernah mengakui klaim Filipina tersebut dengan alasan bahwa penduduk Sabah telah menggunakan hak mereka untuk menentukan nasib sendiri dan mereka memilih untuk bergabung dengan federasi Malaysia pada tahun 1963.