Korea Utara tak lagi memberikan kalender gratis kepada seluruh warganya karena krisis.
Inflasi yang terjadi di negara itu membuat harga kalender melonjak, termasuk yang dikeluarkan pemerintah.
Korut yang dahulu memberikan kalender secara gratis kepada penduduknya, lambat laun mulai mengurangi memberikan hadiah ini. Sekarang masyarakat harus membayar kalender mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu kalender termahal Korut dicetak di ibu kota Pyongyang. Kalender tersebut berisikan enam halaman dua sisi dan foto berwarna. Setiap halaman memuat tanggal yang ada dalam satu bulan.
Meski beberapa provinsi lokal Korut memiliki cetakan kalender yang lebih murah, kualitasnya tak sebagus milik Pyongyang.
Namun, tahun kedua tanpa impor untuk Korut membuat harga kalender meningkat empat kali lipat, memperburuk kondisi masyarakat di tengah krisis pangan. Hanya masyarakat yang cukup beruntung yang bisa mendapat kalender versi mana yang mereka mau.
"Satu perubahan terlihat dalam Kalender Tahun Baru (2022). Mereka menambahkan slogan baru, di luar slogan 'Kawan-Kawan Hebat Kami, Kim Il Sung dan Kim Jong Il, bersama kami selamanya'," kata salah satu warga di provinsi Hamgyong Utara kepada Radio Free Asia, Senin (27/12).
"Kalender baru juga memuat tulisan, 'Kami berharap akan kesejahteraan Sekretaris Jenderal (Kim Jong-un)," ucap warga itu lagi.
Di wilayah Pyongan Utara, kalendar yang dicetak di Pyongyang cukup populer, tetapi mahal.
"Kalender Tahun Baru telah dipublikasikan dan dijual di kios-kios pasar di berbagai wilayah. Namun, kalender dengan foto berwarna yang dicetak di Pyongyang sangat mahal hingga membuat masyarakat umum tak bisa membelinya," kata salah satu warga Pyongan Utara yang berbicara secara anonim.
Selain kalender Pyongyang, ada dua atau tiga kalender buatan lokal yang tersedia untuk warga Pyongan Utara.
"Kalender nasional enam halaman populer karena mereka menggunakan kertas yang lebih berkualitas dan menunjukkan foto pemandangan yang indah," tutur sumber itu lagi.
Tahun lalu, kalender Pyongyang dijual seharga 10 yuan (Rp22 ribu). Namun, tahun ini, kalender itu dijual seharga 30 yuan (Rp67 ribu) sampai 40 yuan (Rp89 ribu). Harga ini setara dengan belasan kilogram jagung, menurut sumber dari Pyongan Utara.
"Siapa selain orang kaya yang mau membeli kalender semahal itu?" tutur warga dari Pyongan Utara.
Sementara itu, warga dari provinsi Hamgyong Utara menyampaikan produksi kalender semakin terlambat bila dibandingkan tahun kemarin.
"Kalender satu halaman biasa, dengan tanggal dalam 12 bulan dicetak di satu kertas, dan kalender enam halaman dengan gambar muncul di pasar hanya beberapa hari lalu," tutur sumber tersebut.
"Kalender nasional resmi, dengan bulan terpisah di setiap halaman, memiliki harga yang diamanatkan pemerintah sebesar 3.000 won (Rp47 ribu). Ada salinan terbatas dari kalender ini yang dibagikan ke perusahaan dan unit yang dikelola pemerintah. Kalender tersebut diselundupkan dan dijual di pasar dengan harga yang sangat tinggi, yakni 30-40 yuan (Rp67-89 ribu)."
Meski demikian, masih ada beberapa masyarakat yang menerima kalender ini sebagai hadiah.
"Tahun ini, hadiah tersebut dibatasi hanya untuk veteran terhormat, membuat sebagian penduduk awam menghabiskan sepanjang tahun tanpa kalender," tuturnya lagi.
Sebelumnya, RFA pernah melaporkan di tahun lalu bahwa kalender 2021 tertunda karena pandemi Covid-19. Penutupan perbatasan dengan China dan penghentian perdagangan membuat tinta dan kertas impor menjadi langka.
Bahkan, penduduk masih belum menerima kalender mereka sampai pertengahan Januari.