Jakarta, CNN Indonesia --
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, mengumumkan pasukannya di Suriah berhasil membunuh pemimpin ISIS, Ibrahim al-Hashim al-Qurayshi dalam operasi khusus misi kontra-terorisme pada Kamis (3/2).
"Tadi malam atas arahan saya, pasukan militer AS di barat laut Suriah berhasil melakukan operasi kontra-terorisme untuk melindungi rakyat Amerika dan Sekutu kami, dan membuat dunia menjadi tempat yang lebih aman," kata Biden dalam sebuah pernyataan dikutip CNN, Kamis (3/2).
[Gambas:Video CNN]
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Biden kemudian melanjutkan, "Berkat keterampilan dan keberanian Angkatan Bersenjata kami, kami telah keluar dari medan perang Abu Ibrahim al-Hashim al-Qurayshi, pemimpin ISIS. Semua orang Amerika telah kembali dengan selamat."
Operasi yang menewaskan Qurayshi menjadi serangan terbesar AS di Suriah sejak 2019. Ketika itu, AS mengklaim berhasil membunuh pemimpin tertinggi ISIS, Abu Bakr Al-Baghdadi, yang paling dicari sejak kemunculan kelompok teroris tersebut.
Al-Qurayshi merupakan penerus Al-Baghdadi. Namun, sosok Al-Qurayshi tidak terlalu terkenal seperti pendahulunya.
Berbeda dengan Al-Baghdadi, Al-Qurayshi cenderung berada di balik layar dan tak pernah muncul ke publik.
Usai Baghdadi tewas, ISIS mengumumkan Qurayshi sebagai pemimpin baru mereka.
Qurayshi menjadi sosok baru di telinga intelijen negara Barat. Pria yang lahir di Mahalabiya, Irak itu bahkan tidak masuk dalam radar pantauan intelijen negara Barat.
Padahal, Qurayshi telah menjadi tokoh sentral ISIS selama dua dekade terakhir.
Namun, sejak didapuk meneruskan takhta kepemimpinan ISIS, Qurayshi menjadi buronan teroris paling dicari di dunia.
Berlanjut ke halaman berikutnya >>>
Jejak Qurayshi hingga Pimpin ISIS
"Karir" Qurayshi di ISIS bisa dibilang cemerlang. Ia pertama bergabung dengan ISIS sebagai pejuang. Seperti kebanyakan pemimpin ISIS terdahulu, Qurayshi juga pernah menjadi pasukan tentara Saddam Hussein.
Dikutip The Guardian, pria lulusan sarjana hukum Islam Universitas Mosul itu pun pernah ditahan oleh militer AS di kamp tahanan Bucca, selatan Iraq. Di sana, Qurayshi berkenalan dengan al-Baghdadi dan beberapa pentolan teroris yang akhirnya membantu dia menyabet posisi penting di ISIS.
Nama Qurayshi terus meroket dalam organisasi internal ISIS. Ia pernah menjabat sebagai ahli strategi kelompok teroris itu sebelum akhirnya didapuk menjadi pemimpin tertinggi ISIS menggantikan Baghdadi yang tewas.
"Qurayshi masih sangat dihormati di kalangan jihadis dan dikenal sangat cerdas dan mampu berpikir secara strategis," kata pengamat kontra terorisme di Soufan Group, Colin P. Clarke, dikutip New York Times.
Menurut Clarke, Qurayshi menjaga citranya untuk tetap 'merakyat' dan menghindari sorotan publik sehingga ia terhindar dari target Amerika Serikat. Namun, hal ini juga menghambatnya memperluas jaringan global ISIS itu sendiri.
Qurayshi digambarkan seperti sosok hantu lantaran tak pernah mengeluarkan pidato atau propaganda lainnya demi mempersatukan para anggota ISIS di seluruh dunia.
Pria kelahiran 1984 itu juga disebut tak pernah benar-benar aktif menginspirasi para anggotanya seperti yang kerap dilakukan Baghdadi. Selama memimpin ISIS, Baghdadi kerap merilis rekaman pidato hingga video berisikan seruan propaganda terkait operasi kelompoknya.
Di tangan Baghdadi, ISIS bahkan menjadi kelompok teror paling ditakuti di dunia dengan berbagai serangan mematikan dilakukan para anggotanya di berbagai negara.
Qurayshi pernah memimpin pasukan ISIS untuk melakukan genosida terhadap etnis Yazidi di Irak. Insiden ini menewaskan ribuan laki-laki serta perbudakan perempuan dan anak-anak.
Selain itu, Qurayshi juga terlibat dalam operasi ISIS merebut Kota Mosul dari tentara Irak pada 2014 lalu. Dia juga mengatur pembunuhan massal terhadap warga sipil Syiah dan anggota pasukan keamanan lain di negara itu.
Sejak itu, Qurayshi menjadi tangan kanan dan penasihat paling dipercaya Baghdadi. Ia membantu memetakkan jalannya konflik di Irak dan Suriah.