Warga Negara Indonesia (WNI) yang tinggal di Arab Saudi mengungkapkan polemik keterbukaan menjadi isu sensitif di kalangan penduduk Kerajaan.
Naura (bukan nama sebenarnya) membeberkan bagaimana topik sekularisasi atau gaya hidup yang cenderung ke Barat-baratan menjadi perdebatan.
"Perdebatan ada diantara mereka, tapi tentu hal ini sensitif untuk diangkat. Isu yang akan memperkeruh mereka, sesama kaum sendiri," kata Naura kepada CNNINdonesia.com, Selasa (15/2) malam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menuturkan bila pemerintah Saudi sudah mengeluarkan perintah warga juga tak bisa banyak berkutik, apalagi warga negara asing. Bila ada yang kedapatan melontar kritik mereka terancam ditangkap.
"Kami warga asing enggak bisa ngomong sembarangan, bisa dideportasi, bisa enggak masuk negara Arab dalam kurun 3-5 tahun. Blacklisted gitu," lanjut Naura.
Lihat Juga : |
Sejak Saudi di bawah pimpinan Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MbS) banyak gebrakan baru di negara ini. Mulai dari diperbolehkan perayaan hari Valentine dan Natal, gelaran konser atau festival kebudayaan, hingga yang berkaitan dengan hukum seperti UU Anti Kekerasan Seksual.
MbS memang berambisi untuk memodernisasi Arab Saudi dan menjadikan pariwisata sebagai penopang ekonomi negara selain minyak. Ia sampai mereformasi aturan keagamaan yang dinilai konservatif.
"Ini karena kebijakan MbS yang ingin menjadikan Saudi negara modern dan menjadi tempat nyaman bagi para pengunjung dari Barat," kata pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Yon Machmudi, pada Desember lalu.
Namun demikian, kebebasan yang berkaitan dengan politik dan mengancam kekuasaan akan dipantau secara ketat.
Sementara itu, Sekjen Indonesian Society for Middle East Studies (ISMES) sekaligus akademisi dari Universitas Muhammadiyah Riau, Fahmi Salsabila, menyatakan hal serupa.
Kebijakan MbS terkait di beberapa bidang memang dilakukan, namun tidak soal kebebasan berekspresi.
"Kebebasan dalam arti bebas berpendapat, bebas mengkritik seperti dalam negara demokrasi tetap tidak bisa dilakukan bahkan lebih ketat," ujarnya.
Menurutnya, bagi pihak oposisi atau kritikus dan pembela hak asasi manusia memiliki beban semakin berat di era MbS.