Sementara itu, gedung olahraga sekolah di kubu separatis Donetsk telah diubah menjadi tempat berkumpulnya pasukan cadangan.
Jurnalis Reuters melihat sekitar 50 pria menggunakan pakaian hitam atau khaki, membawa ransel dan tas selempang.
Vladimir Radkevich, berusia 71, dan anak laki-lakinya, Roman (45) dan Denis (34), mengatakan mereka telah bergabung dalam kelompok separatis di 2014. Namun, mereka meninggalkan pasukan di 2018 dan memutuskan bekerja sebagai tukang las.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, konflik yang terjadi di perbatasan dalam beberapa waktu terakhir membuat mereka kembali masuk.
"Kami mengatakan kami akan kembali bila (konflik) dimulai lagi. Sejujurnya, saya merasa itu menarik saya. Sekali Anda pernah menjadi pasukan, itu berlaku selamanya. Saat ini (konflik) akan menjadi lebih sulit, ini akan menjadi kacau," ujar Roman.
"Kami bersatu, ini adalah tanah Rusia. Kami sudah terlalu lelah menunggu (konflik) ini berakhir. Ini adalah waktu mengakhirinya," ujar Vladimir.
Dua bersaudara Radkevich ditempatkan di unit yang sama dan pergi menggunakan bus pada Sabtu (19/2). Sementara itu, ayah mereka masih menunggu penempatannya.
Mengingat potensi perang yang semakin meningkat, pemimpin di daerah separatis Donetsk dan Luhansk mulai mengevakuasi perempuan dan anak-anak ke Rusia pada pekan lalu. Para pemimpin juga meningkatkan tingkat kewaspadaan militer di daerahnya.
Sebuah pesan dikirimkan ke warga pada Minggu (20/2), dan menyatakan adalah 'tugas mulia' bagi pria untuk bergabung mempertahankan tanah air mereka.
Yury, 52, pensiunan teknisi tambang, mengatakan sisi Ukraina memiliki persiapan yang lebih baik dibandingkan 2014.
"Ada instruktur, senjata baru," dan situasinya bakal lebih sulit saat ini, menurut Yury.
Selain para pria tua, seorang pria muda berkacamata mengatakan ia berperang untuk pertama kalinya.
Perang antara kelompok separatis pro-Rusia dan militer Ukraina telah terjadi selama delapan tahun. Namun, tensi yang meningkat di daerah tersebut dalam beberapa hari terakhir membuat negara Barat khawatir Rusia bakal memanfaatkan konflik ini untuk mulai menginvasi Ukraina.
Meski demikian, Moskow membantah tuduhan tersebut.
(pwn/bac)