Dialog Ukraina dan Rusia yang digelar pada Selasa (15/3) telah berakhir. Namun, dialog yang digelar dengan tujuan mengakhiri serangan militer Rusia di Ukraina tersebut kembali digelar pada Rabu (16/3).
Penasihat Kepresidenan Ukraina Mykhailo Podolyak selaku negosiator mengatakan dialog bersama Rusia pada Selasa (15/3) berakhir karena ada pertentangan yang mendasar. Namun, ia tidak mendetailkan hal itu.
"Kami akan melanjutkannya besok. Proses negosiasi yang sulit. Terdapat pertentangan mendasar," cuit Podolyak, Selasa (15/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi masih ada ruang untuk kompromi," tulisnya.
Hal itu ia sampaikan setelah dialog antara kedua negara tersebut sempat dihentikan sementara dan mengklaim isyarat ada perkembangan.
Dialog keempat Ukraina dan Rusia telah dimulai sejak Senin (14/3). Namun, itu dihentikan sementara hingga Selasa (15/3).
Sebelumnya, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada Senin (14/3) menggambarkan dialog tersebut sebagai "pembicaraan yang sulit." Dialog ronde keempat diadakan virtual dengan tim perunding Ukraina di Kyiv.
Ukraina melalui Podolyak mengatakan dialog keempat kedua negara berlangsung aktif. Baik Rusia dan Ukraina sama-sama mengungkapkan posisi masing-masing.
"Rusia merupakan (negara) yang memberikan penekanan ultimatum untuk masyarakatnya sendiri."
Selain itu, Podolyak menegaskan negaranya tak akan menyerah soal posisi negaranya, pun mengikuti kemauan Rusia.
"Ukraina tidak akan mengganti posisi kami atau mendengarkan ultimatum Rusia," kata Podolyak.
Terlepas dari upaya dialog yang terus berlangsung, Rusia masih terus menggempur kota-kota strategis di Ukraina.
Memasuki pekan ketiga invasi, serangan Rusia ke Ukraina semakin parah. Rusia kerap menargetkan fasilitas sipil, termasuk rumah bersalin di Mariupol dan sejumlah apartemen.
Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) melaporkan, sedikitnya 636 warga sipil tewas di Ukraina sejak "operasi militer" Rusia dimulai. Sebanyak 1.125 warga sipil juga terluka hingga Senin (14/3).
Menurut OHCHR, senjata peledak ini digunakan dalam beberapa bentuk, seperti tembakan dari artileri berat, sistem roket multi-peluncuran, pun serangan rudal.
OHCHR menegaskan, jumlah korban kemungkinan jauh lebih banyak dari laporan yang mereka terima. Sementara itu, layanan darurat Ukraina melaporkan, lebih dari 2.000 orang tewas akibat gempuran Rusia.
(chri)