Pasukan Rusia juga dinilai punya masalah komunikasi yang kentara. Hal itu terlihat saat tentara Rusia diketahui menggunakan telepon seluler komersil serta saluran telepon tak aman lainnya untuk saling berkoordinasi di medan perang.
Tindakan semacam itu membuat komunikasi pasukan Rusia dinilai lebih mudah dicegat. Kondisi ini dianggap menguntungkan Ukraina, karena bisa membantu mengembangkan strategi dan menyerang balik.
Semua indikasi dari sumber-sumber ini mengarah pada apa yang dikatakan para pengamat perang sebagai operasi militer yang putus asa dan kacau.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal salah satu prinsip perang adalah kesatuan komando, demikian menurut pengamat militer sekaligus mantan Komandan Angkatan Darat AS di Eropa, Letnan Jenderal Mark Hertling.
"Artinya, seseorang harus bertanggung jawab secara keseluruhan untuk mengatur serangan, logistik, pasukan cadangan dan ukuran keberhasilan dan kegagalan dari berbagai unit operasi dan menyesuaikan tindakan berdasarkan hal itu," kata Hertling kepada CNN, Senin (21/3).
Menurut Hetling, meskipun Rusia menunjuk seorang komandan lapangan dan AS gagal mengidentifikasi, ia terbukti tidak kompeten mengatur operasi tempur Negeri Beruang Merah.
Selama invasi berlangsung, pasukan Rusia juga dilaporkan banyak yang gugur. Tabloid pro-Rusia di Ukraina melaporkan hampir 10 ribu pasukan Negeri Beruang Merah gugur selama 26 hari invasi berlangsung.
Ukraina juga mengklaim telah membunuh setidaknya lima jenderal dan perwira tinggi Rusia sejauh ini. Jika terkonfirmasi ini menjadi kerugian yang sangat besar bagi Rusia.
Sebab, dalam peperangan, peristiwa jenderal terbunuh dinilai jarang terjadi. Hal ini pun semakin memperbesar pertanyaan terkait koordinasi pasukan Rusia di Ukraina.
"Intinya komando dan kendali mereka (Rusia_ telah hancur," kata Pensiunan Jenderal Angkatan Darat AS, David Petraus, Minggu (20/3).
Sementara itu, pensiunan Letnan Jenderal Ben Hodges mengatakan Rusia mengambil risiko besar jika berkeras memperluas invasi dalam kondisi pasukannya seperti itu.
Mengatur operasi di wilayah yang luas, lanjutnya, membutuhkan komunikasi yang luas dan sumber daya komando, serta kontrol intelijen.
"(Itu) tidak dimiliki Rusia. Saya tak melihat apapun yang dilakukan Angkatan Laut berkoordinasi dengan Angkatan Udara atau Angkatan Darat," ujar Hodges.
Sumber AS yang lain juga mengatakan hal serupa. Dalam pandangan dia, Rusia mengalami kesulitan yang luar biasa terkait kontrol selama operasi di seluruh unit.
"Beberapa di antaranya mungkin karena tindakan Ukraina sendiri," lanjut dia. Pasukan Kyiv memang berusaha semaksimal mungkin untuk mempertahankan kota-kota di negaranya dan menghalau pasukan Moskow.
Di lapangan, pasukan Rusia kerap putus komunikasi dengan komandan senior mereka.
"Orang-orang di lapangan keluar dan mereka punya tujuan, tapi tak punya cara merespons pesan di radio (jika terjadi kesalahan)," kata sumber yang lain.
Beberapa tentara Rusia meninggalkan kendaraan lapis baja di lapangan dan pergi begitu saja.
Sejak Rusia mulai menginvasi pada 24 Februari lalu, mereka membombardir kota di Ukraina dengan rudal dan artileri. Pasukan Moskow menghancurkan rumah sakit bersalin, stasiun, sekolah dan area sipil lain.
Namun, invasi darat terhenti di tengah perlawanan sengit dari Ukraina.