Pada November 2016, badan kontraterorisme India mengajukan pengaduan resmi terhadap Naik. Mereka menuduh penceramah ini mempromosikan kebencian agama dan kegiatan yang melanggar hukum.
Menurut laporan Deutsch Welle (DW), Naik dituding mendapat aset kriminal senilai US$28 juta untuk membeli properti dan membiayai acara yang dianggap provokatif.
Karena menjadi buronan di negeri sendiri, Naik akhirnya mencari suaka dan pindah ke Malaysia. Di Negeri Jiran, ia memiliki status penduduk tidak tetap (non-permanent resident).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Malaysia memang menjadi salah satu negara yang getol ia kunjungi untuk menggelar dakwah.
Penceramah itu juga pernah dituduh terlibat dalam kerusuhan di New Delhi, India, pada Februari 2017.
Salah satu pelaku kekerasan, Khalid Saifi diduga bertemu dengan Naik di luar negeri dan meminta dukungan untuk menyebarkan agendanya. Namun, Naik membantah tuduhan ini.
Pada 2016, Naik mengklaim dirinya memang bukan warga negara India. Pada 2017, Arab Saudi memberikan status warga negara menurut laporan Middle East Monitor.
Di tahun yang sama, India mencabut paspornya. New Delhi pernah beberapa kali meminta Interpol untuk melayangkan red notice namun ditolak.
India hingga kini masih meminta Naik diekstradisi dari Malaysia.
Sejak lari ke Malaysia, Naik diduga menerima dana untuk yayasannya dari Qatar, Turki, hingga Pakistan. Laporan ini muncul saat Turki, Pakistan dan Malaysia melancarkan kritik ke India atas perilakunya terhadap minoritas Muslim.
Pengamat melihat Naik sebagai bagian dari ambisi ketiga negara mayoritas Muslim itu untuk mencari aliansi.
"Turki dan Pakistan berusaha menjadi kekuatan yang lembut guna mengatasi Islamofobia. Pada akhirnya, Turki, Pakistan, dan Malaysia terikat oleh simbolisme Islam,' kata Hajira Maryam, peneliti dari lembaga penyiaran internasional Turki, TRT World.
(isa/rds/bac)