Pada Desember 2020, Australia mengumumkan kerja sama untuk mengembangkan senjata hipersonik yang disebut program SCIFIRE.
Dalam kesepakatan itu, Canberra berkomitmen untuk menginvestasikan US$4,7 hingga 7 miliar atau sekitar Rp67 miliar hingga Rp100 miliar untuk rudal berkecepatan tinggi, serangan jarak jauh dan pertahanan rudal, termasuk hipersonik.
Di saat yang sama, militer AS mengatakan telah menyelesaikan uji coba rudal hipersonik.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, rival mereka membuat kemajuan pesat. Menurut Lembaga Penelitian Kongres AS, Rusia menjadi negara paling maju soal senjata hipersonik, sementara China secara agresif mengembangkan teknologinya.
Pada Maret lalu, Moskow mengklaim telah dua kali menembakkan rudal hipersonik Kinzhal ke Ukraina.
Rusia juga mengklaim serangkaian uji coba rudal, termasuk menembakkan rudal hipersonik Zirkon dari kapal selam.
Sementara itu, China melakukan uji coba rudal hipersonik pada 2021 lalu, demikian menurut Pentagon. Namun, Beijing membantah, mereka mengatakan tes itu adalah uji coba pesawat ruang angkasa yang rutin dilakukan.
Rival AS lain, Korea Utara juga rutin melakukan uji coba rudal yang membuat sejumlah negara khawatir. Mereka tercatat telah melakukan dua uji coba rudal hipersonik pada Januari.