Penjualan senjata Rusia ke negara-negara Asia Tenggara dilaporkan menurun drastis dalam beberapa tahun belakangan, bahkan sampai kalah dari Amerika Serikat dan China.
Berdasarkan laporan ISEAS dan lembaga riset asal Singapura, Institut Yusof Ishak, ekspor senjata Rusia ke Asia Tenggara merosot dari US$1,2 miliar pada 2014 menjadi hanya US$89 juta di 2021.
Merujuk pada data Institut Riset Perdamaian Internasional Stockholm (SIPRI), akibat penurunan ini, penjualan senjata Rusia ke Asia Tenggara tersalip AS dan China pada 2021.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penyusun laporan ISEAS, Ian Storey, mengatakan bahwa alasan utama kemerosotan ekspor senjata Rusia ini adalah berondongan sanksi negara-negara Barat sejak Negeri Beruang Merah mencaplok Crimea pada 2014 lalu.
Sebagaimana dilansir Radio Free Asia, sanksi-sanksi tersebut sebenarnya tak menghalangi negara-negara Asia Tenggara jika ingin membeli senjata dari Rusia.
Namun, penawaran dari pabrik-pabrik Rusia memang berkurang karena terdesak sanksi yang dijatuhkan negara-negara Barat.
Akibat rangkaian sanksi itu, Rusia kesulitan melakukan proses produksi senjata di tengah berbagai larangan transaksi finansial, juga pembatasan akses teknologi dan komponen penting lainnya.
Situasi kian kacau karena konflik Rusia dan Ukraina yang semakin menganga setelah pencaplokan Crimea. Karena konflik ini, kerja sama industri pertahanan antara kedua negara hancur.
"Konflik menyebabkan penghentian kerja sama luas dan jangka panjang antara perusahaan pertahanan Ukraina dan Rusia, terutama dalam produksi mesin untuk kapal, helikopter, dan pesawat," kata Storey.
Selain itu, penangguhan program modernisasi militer Vietnam juga menjadi salah satu faktor penting kemerosotan ekspor Rusia ke Asia Tenggara.
Selama ini, Vietnam dikenal sebagai pelanggan senjata nomor wahid Rusia di kawasan. Sejak memulai program modernisasi pada 1995, Vietnam sudah sudah membeli US$7,4 miliar senjata dan peralatan militer dari Rusia.
Dengan demikian, 80 persen dari total impor senjata Vietnam berasal dari Rusia. Negeri Beruang Merah pun kehilangan target ekspor utamanya ketika Vietnam menangguhkan program modernisasi senjata pada 2021.
"Vietnam menangguhkan program modernisasi militernya karena kekhawatiran akan kemampuan Moskow untuk memenuhi permintaan, juga akibat upaya anti-korupsi," tutur Nguyen The Phuong, pengajar Fakultas Hubungan Internasional di Universitas Ekonomi Ho Chi Minh.
(has/bac)