AS Tuding Persekusi Uighur Dapat Persetujuan Tingkat Tinggi China
Amerika Serikat mengaku terkejut ketika mengetahui laporan terbaru mengenai penahanan Muslim Uighur yang merupakan kelompok minoritas di China. AS juga mengatakan persekusi itu mungkin dapat persetujuan tingkat tinggi di Beijing.
"Kami terkejut dengan laporan dan gambar tersebut," kata Juru bicara Kementerian Luar Negeri AS Ned Price, seperti diberitakan AFP, Selasa (24/5).
"Sangat sulit membayangkan upaya sistematis untuk menekan, menahan, melakukan kampanye genosida dan kejahatan kemanusiaan tanpa mendapat restu, tidak akan dapat persetujuan, dari tingkat tertinggi pemerintah China."
AS menuduh Beijing melakukan genosida terhadap Uighur dan sebagian besar Muslim lainnya, seperti orang-orang berbahasa Turki di wilayah barat Xinjiang. Kelompok-kelompok hak asasi mengatakan lebih dari satu juta orang telah ditangkap.
"Kami telah dan akan terus menyerukan kepada China untuk segera membebaskan semua orang yang ditahan secara sewenang-wenang, menghapus kamp-kamp, mengakhiri penahanan massal, penyiksaan, sterilisasi paksa, dan penggunaan kerja paksa," kata Price.
Sebelumnya, Adrian Zenz, akademisi yang menyelidiki perlakuan terhadap Uighur, menerbitkan ribuan foto dan dokumen resmi yang bocor dan menjelaskan metode kekerasan untuk menegakkan penahanan massal.
File-file tersebut, yang sebagian telah diverifikasi beberapa media termasuk BBC dan Le Monde, juga memberikan gambaran tentang kehidupan di fasilitas penahanan.
Foto-foto itu menunjukkan petugas menahan narapidana berkerudung dan membelenggu dengan tongkat, sementara penjaga lain yang mengenakan kamuflase berdiri dengan senjata api.
File tersebut dirilis tepat ketika kepala hak asasi manusia PBB Michelle Bachelet memulai kunjungan ke China. Namun, AS mengkritik itu dengan mengatakan Michelle Bachelet tidak mendapatkan akses yang memadai.
Duta Besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa Linda Thomas-Greenfield mengatakan dalam sebuah tweet bahwa Bachelet "harus memperhatikan wajah-wajah (dalam foto) tersebut dan menekan pejabat China untuk akses penuh dan tidak terbatas -- dan meminta jawaban."
Sementara itu, China memberikan sejumlah syarat atas kunjungan Michelle Bachelet, seperti tidak boleh wawancara personal dengan warga Uighur yang ia temui dan orang-orang di luar rombongan dengan alasan pandemi Covid-19.
Syarat lainnya adalah Bachelet dilarang membawa perwakilan media ketika tengok Uighur dengan alasan penularan virus corona.
(afp/chri)