Komisioner Tinggi untuk Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Michelle Bachelet tiba di China sejak Senin (23/5) untuk memulai turnya di Xinjiang, rumah bagi mayoritas etnis Muslim Uighur.
Kunjungan Bachelet ke China adalah untuk menyelidiki dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan pemerintah Beijing ke etnis minoritasUighur di Xinjiang.
Bachelet bakal mengunjungi Kota Urumqi dan Kashgar di Xinjiang pada Selasa (24/5) dan Rabu (25/5) selama enam hari turnya di China.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
China mengatakan bahwa kunjungan Bachelet bakal dilakukan dengan koridor tertutup, di mana ia tak boleh berkomunikasi dengan orang di luar rombongannya karena alasan pandemi Covid-19.
Itu artinya, Bachelet tak akan bisa melakukan wawancara personal dengan warga Uighur yang ia temui. Ia juga tak diperkenankan membawa perwakilan media karena alasan penularan virus corona, seperti dikutip Reuters.
Pembatasan ketat akses kunjungan Bachelet ini pun menimbulkan kekhawatiran bagi etnis Uighur.
Nursimangul Abdureshid, seorang warga Uighur yang tinggal di Turki, mengatakan ia tak yakin kunjungan Bachelet dapat membawa perubahan.
"Saya meminta mereka mengunjungi korban, seperti anggota keluarga saya, bukan skema yang disiapkan lebih awal oleh pemerintah China," katanya kepada AFP.
"Jika tim PBB tak bisa mendapatkan akses tanpa batas di Xinjiang, saya tak akan menerima laporan mereka," lanjutnya.
Warga Uighur lain, Jevlan Shirememet, meminta Bachelet membantunya berkomunikasi dengan ibunya, yang sudah tak ia lihat selama empat tahun. Ia juga berharap Bachelet dapat meninjau daerah lain di Xinjiang di luar rencana perjalanannya yang telah ditetapkan China.
"Saya tidak tahu mengapa ia [Bachelet] tak bisa mengunjungi tempat-tempat ini," ujarnya.
Kota Urumqi sendiri merupakan tempat bagi badan pemerintah China yang diduga terlibat dalam tindakan keras terhadap etnis Uighur.
Pinggiran kota Urumqi dan Kashgar dipercaya sejumlah pihak merupakan tempat kamp penahanan etnis Uighur.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri China mengatakan menyambutnya kedatangan Bachelet ke negaranya. Namun, Beijing menolak "manipulasi politik" saat ditanya media apakah Bachelet dapat mengunjungi pusat-pusat penahanan, kamp-kamp pendidikan, dan penjara.
Sejumlah kelompok pemerhati HAM menuding China telah menahan hingga menganiaya jutaan etnis Uighur di kamp-kamp tersebut.
China telah berulang kali membantah perlakuan buruk terhadap warga Uighur.
"Tujuan dari kunjungan pribadi itu adalah untuk meningkatkan pertukaran dan kerja sama antara kedua belah pihak dan mempromosikan tujuan internasional hak asasi manusia," kata juru bicara Kemlu China Wang Wenbin dalam jumpa pers pada Senin.
China awalnya menyangkal keberadaan kamp penahanan etnis Uighur. Namun, Beijing kemudian mengakui telah mendirikan kam-kamp yang mereka sebut sebagai "pusat pelatihan kejuruan" bagi orang Uighur.
Beijing mengklaim orang-orang Uighur "secara sukarela" datang untuk belajar tentang hukum, bahasa Mandarin, dan keterampilan kejuruan.
Sementara itu, Kantor Bachelet menggunggah fotonya di Twitter yang memperlihatkan dirinya berada di ruang pertemuan dengan beberapa pejabat China, salah satunya Menteri Luar Negeri Wang Yi
"Kami akan membahas masalah hak asasi manusia yang sensitif dan penting, dan saya berharap kunjungan ini akan membantu kami bekerja sama untuk memajukan hak asasi manusia di China dan secara global," ucap Bachelet melalui akun Twitternya itu.