Di sisi lain, konflik Pulau Sipadan dan Ligitan memunculkan wacana bahwa Malaysia merebut kedua pulau itu dari RI. Namun, isu itu dibantah oleh Kepala Pusat Pemetaan Batas Wilayah Badan Informasi Geospasial (BIG) Ade Komara.
Menurut Ade, pada 1969, Pulau Sipadan dan Ligitan bukanlah wilayah kedua negara.
Lihat Juga : |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Indonesia dan Malaysia kemudian mengacu pada peta perbatasan zaman penjajahan Belanda-India untuk menentukan batas negara. Peta tersebut merupakan hasil dari Konvensi 1891, Perjanjian 1915, dan Perjanjian 1928.
"Dari dokumen para pendahulu kami itu sebenarnya posisi Indonesia dan Malaysia ketika berunding, daerah sana itu tidak masuk ke dua pulau," kata Ade pada 2019.
Sementara itu, Direktur Topografi TNI AD, Brigjen TNI Asep Edi Rosidin mengatakan sengketa Pulau Sipadan-Ligitan bukan merupakan perebutan kedua negara.
"Sebenarnya bukan sengketa, sebenarnya batas itu belum ada kita sedang mendefinisikan itu. Dengan demarkasi itu itu maka kita akan definisikan jadi kalau setahu saya tidak ada rebut merebut," ucap Asep.
Asep juga menyampaikan Inggris yang telah melakukan budidaya di kedua pulau itu. Ini yang kemudian menyebabkan ICJ menilai budidaya itu sebagai bukti autentik.
"Ternyata yang punya bukti autentik lengkap itu Inggris, jadi Belanda (negara penjajah Indonesia) hanya lewat saja. Kalau Inggris sudah lalukan budidaya di situ jadi Mahkamah Internasional memutuskan berdasarkan bukti otentik itu bahwa Sipadan-Ligitan memang milik mereka," katanya lagi.
(pwn/bac)