Jakarta, CNN Indonesia --
Presiden Joko Widodo dan Presiden Vladimir Putin membicarakan berbagai isu, mulai dari perang hingga pangan, ketika bertemu di Moskow, Rusia, pada Kamis (30/6).
Dalam pertemuan kali ini, Jokowi sebenarnya membawa misi damai di tengah perang antara Rusia dan Ukraina yang hingga kini masih berkecamuk.
Jokowi bahkan menawarkan langsung untuk menjadi penengah dialog antara Rusia dan Ukraina demi mengakhiri perang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian, Putin sama sekali tak membahas mengenai upaya damai dengan Ukraina.
Berikut isi lengkap obrolan Putin dan Jokowi selain yang diutarakan saat pidato, sebagaimana dilansir di situs resmi pemerintah Rusia.
Vladimir Putin:
Pak Presiden, saya sangat senang bertemu dengan Anda di Rusia, di Moskow. Saya tahu ini adalah kunjungan pertama Anda ke negara kami.
Indonesia adalah salah satu negara yang punya hubungan baik dengan kami setelah menjalin relasi diplomatik selama berpuluh tahun.
Yang terpenting, kita mengembangkan hubungan kita di semua area, seperti ekonomi, politik, keamanan, dan tentu saja, upaya untuk melawan ancaman terorisme.
Tahun lalu, perdagangan kita meningkat 42 persen dan terus bertumbuh cepat tahun ini.
Saya tahu Indonesia tertarik mengembangkan hubungan dengan Uni Ekonomi Eurasia (EAEU), dan kami memutuskan pada Mei lalu untuk memulai proses penyesuaian dengan organisasi kawasan ini.
Tahun ini, Anda akan memimpin rapat G20 dan tahun depan, Anda akan mengetuai ASEAN.
Saya yakin kita akan fokus pada semua isu tersebut hari ini.
Ketika kita berbincang melalui telepon, Anda mengutarakan kekhawatiran mengenai kepentingan terkait isu-isu krisis di Ukraina, di Donbas.
Tentunya, saya akan mengatakan kepada Anda secara detail mengenai semuanya yang terjadi di sana dan mengenai perspektif kami terkait masalah ini.
Selamat datang, Pak Presiden.
[Gambas:Video CNN]
Joko Widodo:
Bapak Presiden, terima kasih atas pertemuan ini.
Kita bertemu di Sochi pada 2016. Kali ini, saya berkunjung ke Moskow, tak hanya sebagai Presiden Indonesia, tapi juga Ketua G20.
Sebagai Ketua G20, Indonesia akan terus berupaya memperkuat kelompok itu di situasi sulit saat ini, untuk melawan pandemi, juga untuk memastikan G20 terus menjadi katalisator dalam pemulihan ekonomi global.
[Gambas:Video CNN]
Saya ingin menyampaikan beberapa hal. Saya mengapresiasi Anda berbicara kepada kami mengenai situasi ini, karena perang membawa dampak besar terhadap pangan.
Perang ini tak hanya berdampak pada Indonesia, tapi juga komunitas dunia karena Rusia dan Ukraina produsen gandum dunia. Untuk itu, upaya memulihkan rantai suplai global sia-sia tanpa mengintegrasikan pangan Rusia dan suplai fertiliser dan suplai gandum Ukraina.
Terkait ini, saya harap Rusia tak akan lagi melarang ekspor biji-bijian, termasuk gandum, dan tak menerapkan kuota atau pembatasan fertiliser.
Tiga hari lalu, dalam negosiasi dengan negara-negara G7, saya meminta jaminan dari mereka agar pangan dan fertiliser Rusia tak dikenai sanksi.
Obrolan berlanjut ke halaman berikutnya >>>
Vladimir Putin:
Pak Presiden, pertanyaan-pertanyaan yang Anda utarakan benar-benar penting. Saya ingin menekankan langsung bahwa kami sama sekali tak melarang ekspor fertiliser.
Di awal tahun ini, kami berencana memprioritaskan fertiliser untuk agrikultur kami sendiri. Namun kini, tingkat produksi fertiliser di Rusia sangat tinggi sehingga kami tak melarang suplai produk ini untuk pasar asing.
Begitu pula dengan pangan. Dunia memproduksi 800 juta ton gandum. Rusia menyuplai lebih dari 40 juta ton gandung untuk pasar asing tahun lalu. Tahun ini, kami akan siap menyuplai sekitar 50 juta ton.
Untuk gandum, Rusia pemasok nomor satu tak terkalahkan untuk pasar dunia.
Masalah ekspor gandum Ukraina diperbincangkan luas belakangan ini. Berdasarkan Kementerian Agrikultur AS, mereka punya 6 juta ton gandum. Menurut informasi kami, hanya ada sekitar 5 juta.
Dibandingkan produksi global yang mencapai 800 juta ton, jumlah itu tentu tak berpengaruh besar terhadap pasar dunia, hanya sekitar 2,5 persen. Jika kita melihat semua pangan yang diproduksi di dunia, hanya 0,5 persen.
Bagaimanapun, ini tetap penting, tapi kami tak menghalangi ekspor gandum Ukraina. Pihak berwenang militer Ukraina sudah menanam ranjau ke arah pelabuhan-pelabuhan mereka.
Tak ada yang menghalangi mereka membersihkan ranjau-ranjau itu sehingga kapal-kapal pembawa gandum bisa berangkat dari pelabuhan-pelabuhan itu. Kami menjamin keamanan mereka.
Selain itu, ada pula jalur-jalur ekspor lain, lewat Rumania, Danube, lalu melewati Laut Hitam, lewat Polandia, lewat Belarus, dan lewat pelabuhan-pelabuhan di Laut Azov.
[Gambas:Photo CNN]
Saya sudah memberi tahu teman kami di Uni Afrika mengenai ini secara detail. Kami juga menjalin kontak mengenai isu ini dengan badan PBB yang relevan, UNCTAD, yang mengasumsikan tanggung jawab untuk menegosiasikan isu ini dengan perwakilan Uni Eropa dan Amerika Serikat.
Masalahnya adalah negara-negara itu menjatuhkan sanksi terhadap pelabuhan-pelabuhan laut kami, menciptakan kesulitan asuransi kargo dan pengiriman barang.
Semua ini menciptakan halangan terhadap pasar pangan dan fertiliser. Saya ulangi, bahwa semua masalah ini sedang dibicarakan dengan keterlibatan langsung Sekretaris Jenderal PBB [Antonio] Guterres.
Pejabat-pejabat tinggi pemerintah Rusia dan saya terus menjalin kontak dengan rekan-rekan di PBB.
Saya memahami kekhawatiran Anda, Pak Presiden, dan saya siap menginformasikan kepada Anda lebih detail mengenai upaya kami dalam jalur ini, sehingga kita dapat berkontribusi dalam memasok pasar dunia dengan pangan dan fertiliser.
Joko Widodo:
Pak Presiden, adakah kemungkinan, adakah pendekatan yang tak aman? Kami juga mengatakan di pertemuan G7 bahwa pangan dan fertiliser tak termasuk dalam sanksi.
Vladimir Putin:
Secara formal, itu [pangan dan fertiliser] tak terkena sanksi; itu benar. Namun, pemilik perusahaan-perusahaan kami yang memproduksi fertiliser, dan bahkan anggota keluarga mereka, dimasukkan ke dalam daftar sanksi.
Ini membuat sulit penandatanganan kontrak dan transaksi finansial yang rumit. Mereka juga menjatuhkan sanksi terhadap asuransi kargo.
Intinya, mereka tak memberlakukan sanksi secara formal terhadap produknya, tapi mereka menciptakan situasi di mana lebih sulit sekarang untuk menyuplai produk-produk ke pasar asing.
[Gambas:Video CNN]
Belarus merupakan pemimpin dalam suplai fertiliser. Namun, sanksi langsung dijatuhkan terhadap fertiliser Belarus. Bersama Belarus, Rusia memproduksi 25 persen fertiliser, dan 45 persen suplai ke pasar.
Lebih jauh, masalah ini sama sekali tak berkaitan dengan operasi militer kami di Donbas, Ukraina. Semua bermula setahun lalu dan dipicu kebijakan energi negara-negara Barat yang keliru.
Harga gas naik tajam akibat sejumlah kesalahan jelas di sektor energi, dan gas alam sangat umum digunakan untuk produksi fertiliser.
Dengan harga gas tinggi, banyak perusahaan terpaksa tutup karena secara ekonomi mustahil untuk memproduksi produk-produk berbasis gas.
Untuk pangan, karena negara-negara Barat berupaya meringankan dampak pandemi, mereka menggencarkan pengeluaran, membuat defisit bujet meningkat, dan memborong makanan dari pasar-pasar dunia dengan uang baru mereka. Itu jelas membuat harga pangan meningkat.
Contohnya, di masa lalu, Amerika Serikat memasok lebih banyak pangan ke pasar dunia ketimbang impor. Sekarang, mereka membeli US$17 miliar lebih banyak ketimbang menjual.
Mereka mencetak dan mendistribusikan uang, dan menggunakan dolar-dolar itu untuk membeli makanan. Itu membuat harga terus naik, dan negara berkembang terjebak di posisi yang buruk karena itu.
Kami sudah memperdebatkan masalah-masalah ini tanpa mereka. Kalian bisa berdebat semau kalian, tapi sekarang diperlukan tindakan sebelum situasi menjadi tragis.
Saya harap selama persiapan pertemuan G20, Anda juga bisa bekerja sama dengan kami, dengan negara-negara lainnya, dan dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa.