Pada 2005, Gotabaya kembali ke Sri Lanka untuk mendukung kampanye presiden saudaranya, Mahinda Rajapaksa.
Mahinda kemudian berhasil menjadi presiden dan menunjuk Gotabaya sebagai menteri pertahanan Sri Lanka.
Saat menjabat sebagai menteri pertahanan, Gotabaya dipuji karena berhasil meningkatkan kemampuan militer dan tindakan kerasnya untuk menyelesaikan perang sipil pada 2009.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, sekitar 40 ribu orang Tamil, suku yang memberontak pemerintah, tewas dalam bulan-bulan terakhir perang berlangsung.
Bukti yang muncul beberapa tahun setelahnya mengungkapkan banyak terjadi kekejaman dalam bulan-bulan terakhir perang berlangsung.
Kekejaman itu termasuk penyiksaan, penembakan tanpa pandang bulu, dan pembunuhan warga sipil tanpa proses pengadilan. Gotabaya dipercaya bertanggung jawab atas banyak kejahatan tersebut.
Namun, Gotabaya menyangkal tudingan yang menyatakan bahwa ia merupakan dalang di balik pembantaian tersebut.
Pada 2019, Gotabaya Rajapaksa diusung menjadi salah satu kandidat dari partai Sri Lanka Podujana Peramuna (SLPP). Ia lalu memenangkan pemilihan presiden pada tahun itu.
Gotabaya kemudian menunjuk Mahinda sebagai perdana menteri.
Sebagaimana dilansir AFP, Gotabaya sebenarnya tak memiliki karisma sebesar Mahinda. Ia bahkan sering dijuluki "Terminator" oleh kalangan keluarganya sendiri karena sangat mudah marah.
Pemerintahan Gotabaya dan Mahinda pun tak mulus. Di bawah kepemimpinan mereka, Sri Lanka terperosok ke dalam jurang krisis.
Di tengah desakan warga, Mahinda akhirnya mundur pada Mei lalu. Gotabaya kemudian menyusul pada hari ini.
(pwn/has)