China Bakal Reedukasi Taiwan jika Berhasil Reunifikasi, Apa Artinya?
Beberapa waktu lalu, Duta Besar China untuk Prancis, Lu Shaye menuturkan Beijing bakal menerapkan reedukasi atau pendidikan ulang setelah negaranya melakukan aneksasi ke Taiwan.
"Sepuluh tahun lalu, 20 tahun lalu, mayoritas populasi Taiwan menginginkan reunifikasi, tetapi, kenapa sekarang, saat ini, mereka menolak itu? Itu karena Partai Demokrasi Progresif (DPP) telah menyebarkan banyak propaganda anti-China," ujar Lu dalam wawancara bersama media Prancis BFMTV pada Rabu (3/8), kala ditanya soal keengganan rakyat Taiwan terhadap aneksasi China, dikutip dari Taiwan News.
Lu kemudian mengatakan, "Setelah reunifikasi, kami akan melakukan reedukasi."
Selain itu, Lu menyampaikan kampanye reedukasi ini bakal berlangsung damai dan tanpa ancaman. Ia kemudian mencoba meyakinkan warga Taiwan bahwa reedukasi ini tak bakal berbentuk edukasi massal.
Meski begitu, seorang jurnalis Kazakh, Mirbek Serambekyang kini mengungsi di Prancis mengatakan kepada Radio Free Asia bahwa 'reedukasi' mungkin merujuk pada kamp interniran yang digunakan untuk 'reedukasi' kaum Uighur di Xinjiang.
Bagi pemerintahan dan pakar hukum Barat, kebijakan Partai Komunis China (PKC) tersebut dinilai sebagai genosida.
"Ini menunjukkan bahwa kebijakan reedukasi pemerintah China mungkin tak akan berubah dalam beberapa waktu, dan itu mungkin merupakan perintah tegas dari [pemimpin PKC sekaligus Presiden China] Xi Jinping," ujar Serambek.
"Xi Jinping bakal melakukan pendekatan yang lebih radikal merespons kunjungan [Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat Nancy] Pelosi, secara internal maupun eksternal," katanya lagi.
Sebagaimana diberitakan Newsweek, konsep reedukasi sendiri memang digunakan Beijing untuk melabeli tindakan mereka terhadap kaum Uighur di Xinjiang, yang dikabarkan merupakan indoktrinasi politik.
China sendiri telah lama dituduh melakukan kejahatan kemanusiaan, bahkan genosida di Xinjiang, lewat kamp interniran di wilayah itu. Kamp itu digunakan untuk memaksa asimilasi kultural antara minoritas Muslim Uighur dengan budaya Han.
Sebagaimana dilansir CFR, pemerintah China awalnya tak mengakui keberadaan kamp tersebut. Namun pada 2019, pejabat China mengakui kamp ini dan menyebutkan sebagai pusat latihan vokasi.
Pemerintah China juga menuturkan kamp tersebut memiliki dua tujuan, yakni untuk mengajarkan bahasa Mandarin, hukum China, dan keterampilan vokasi, pun mencegah warga dipengaruhi oleh ide-ide ekstremis.