Warga Taiwan soal Ancaman Invasi China: Hanya Anjing Menggonggong

CNN Indonesia
Rabu, 10 Agu 2022 05:59 WIB
Sebagian warga Taiwan kekeh tidak khawatir soal rumor invasi China yang kian meluas dan hanya menilai ultimatum Beijing tak pernah lebih dari ancaman verbal.
(Foto: Getty Images/Annabelle Chih)

Beberapa waktu lalu, Duta Besar China untuk Prancis, Lu Shaye menuturkan Beijing bakal menerapkan reedukasi atau pendidikan ulang setelah negaranya melakukan aneksasi ke Taiwan.

"Sepuluh tahun lalu, 20 tahun lalu, mayoritas populasi Taiwan menginginkan reunifikasi, tetapi, kenapa sekarang, saat ini, mereka menolak itu? Itu karena Partai Demokrasi Progresif (DPP) telah menyebarkan banyak propaganda anti-China," ujar Lu dalam wawancara bersama media Prancis BFMTV pada Rabu (3/8), kala ditanya soal keengganan rakyat Taiwan terhadap aneksasi China, dikutip dari Taiwan News.

Lu kemudian mengatakan, "Setelah reunifikasi, kami akan melakukan reedukasi."

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, Lu menyampaikan kampanye reedukasi ini bakal berlangsung damai dan tanpa ancaman. Ia kemudian mencoba meyakinkan warga Taiwan bahwa reedukasi ini tak bakal berbentuk edukasi massal.

Sebagaimana diberitakan Newsweek, konsep reedukasi sendiri memang digunakan Beijing untuk melabeli tindakan mereka terhadap kaum Uighur di Xinjiang, yang dikabarkan merupakan indoktrinasi politik.

China sendiri telah lama dituduh melakukan kejahatan kemanusiaan, bahkan genosida di Xinjiang, lewat kamp interniran di wilayah itu. Kamp itu digunakan untuk memaksa asimilasi kultural antara minoritas Muslim Uighur dengan budaya Han.

Bagi pemerintahan dan pakar hukum Barat, kebijakan Partai Komunis China (PKC) tersebut dinilai sebagai genosida.

Chen menegaskan bagi sebagian warg Taiwan yang ditakutkan bukan lah soal invasi atau ancaman militer China lainnya. Ia menuturkan warga Taiwan lebih was-was bahwa budaya dan bahasanya akan hilang jika benar-benar menyatu dengan China.

"Dibandingkan dengan ancaman militer dari China, kami lebih takut dengan serangan dunia maya dan invasi budaya China," paparnya.

Chen menjelaskan semakin banyak remaja dan pemuda Taiwan menggunakan karakter huruf mandarin yang disederhanakan dalam penulisan seperti yang dipakai warga China. Selama ini, orang Taiwan menggunakan karakter penulisan huruf mandarin versi tradisional.

Chen juga bercerita makin banyak warga Taiwan yang terbiasa berbicara dengan bahasa gaul dan budaya pop China.

Media sosial, kata Chen, juga tak luput menjadi ancaman warga Taiwan terkait propaganda China. Sebab, ia mengatakan semakin banyak berita bohong dan propaganda pro-China yang berseliweran di media sosial.

"Ini menjadi fenomena sosial dan masalah besar di Taiwan. Sosial media menjadi senjata diam-diam China yang harus kami perhatikan," ujar Chen.

"Jika suatu hari Taiwan kembali disatukan lagi dengan China, (Taiwan) sudah pasti akan menjadi Hong Kong atau bahkan Xinjiang berikutnya. Itu artinya kami akan kehilangan semuanya yang kami miliki," tuturnya.

(rds)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER