Banyu kemudian mendengar sebuah organisasi yang menawarkan program bahasa Inggris dengan tambahan pekerjaan di luar negeri. Mendengar kabar itu, ia tertarik mendaftar.
Program bahasa Inggris tersebut dipatok dengan harga 550 poundsterling (Rp9,7 juta) dengan dalih pelajaran ini penting agar sesuai dengan pekerjaan yang diberikan.
Namun, materi yang diberikan hanya materi dasar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tujuan pelatihan tersebut adalah agar kita [pendaftar] membayar. Kelas ini hanya untuk bisnis, bukan untuk pelajaran," kata Banyu.
Jika pendaftar tak bisa membayar biaya kursus, mereka bisa meminjam uang. Peminjaman ini banyak dilakukan banyak orang.
Awalnya, Banyu dijanjikan pekerjaan di Australia, Kanada, atau Selandia Baru. Namun, Banyu kemudian malah diarahkan bekerja di Inggris.
Banyu dan beberapa orang lain kemudian diterbangkan ke Jakarta untuk bertemu agen resmi Inggris. Agen itulah yang kemudian mendaftarkan dan memberikan visa kepada Banyu.
Sementara itu, agen tak resmi mereka dari Bali mengarahkan Banyu dan kelompoknya untuk menginap di rumah tamu standar selama tiga hari. Satu pekerja mengaku mereka dikenakan biaya senilai 1.000 poundsterling (Rp17 juta) untuk membayar kehidupan mereka di Jakarta.
Biaya tinggal di Jakarta, ditambah dengan biaya visa pekerja musiman dan penerbangan, pun berbagai dana lain menambah utang Banyu.
Tak hanya itu, Banyu mengikuti kelas bahasa Inggris selama tiga bulan tanpa bekerja. Ini membuat Banyu harus berhutang dengan sepupunya untuk membiayai kehidupan keluarganya dan makanan bagi dirinya.
Dana yang dipinjam Banyu dari sepupunya mencapai 6.100 poundsterling (Rp108 juta).
Selama di Jakarta, Banyu dan beberapa orang lainnya sempat bertemu dengan Managing Director AG Recruitment, Douglas Amesz. Perusahaan itu merupakan badan pemerintah Inggris resmi yang mengarahkan Banyu dan pekerja lain ke perkebunan.
Amesz mengatakan kepada Banyu dan pekerja lain untuk tidak membayar biaya tambahan, dan itu merupakan tindakan ilegal. Namun, agen tak resmi mengatakan kepada Banyu untuk tak menyebut jumlah dana yang telah Banyu berikan.
Pihak AG juga membantah melakukan kesalahan, pun mengatakan tak mengetahui apapun soal agen tak resmi yang merekrut Banyu dan bekerja lain.
Namun, AG Recruitment bekerja sama dengan agen pencari kerja di Jakarta, yakni Al Zubara Manpower, untuk mencari pekerja perkebunan di Inggris, termasuk Clock House.
Tampaknya, Al Zubara menggunakan beberapa agen tak resmi di Indonesia untuk mencari pekerja kebun secepat mungkin.
Kini, Banyu dipekerjakan dengan waktu yang lebih lama, tetapi bisa memetik lebih cepat. Uang yang dia dapatkan kala bekerja, setelah ia membayar utang ke agen tak resmi di Bali, mencapai sekitar 440 poundsterling (Rp7,8 juta).
Dalam standar Inggris, angka itu masih sangat rendah. Namun, dana tersebut lebih besar dua kali ketimbang yang dia dapatkan di Bali.
Ketika ditanya apakah Banyu mempertimbangkan bakal mengkonfrontasi agen tak resmi di Bali terkait biaya tambahan itu, ia mengatakan tak memiliki kekuatan untuk itu.
(pwn/bac)