ANALISIS

Arab Saudi Berubah Lebih Moderat atau Hanya 'Topeng' Saja?

Anisa Dewi A | CNN Indonesia
Jumat, 26 Agu 2022 08:18 WIB
Vonis 10 tahun penjara imam Masjidil Haram, Sheikh Soleh Al-Thalib, memicu pertanyaan apakah kebijakan moderat Pangeran Mohammed bin Salman hanya topeng saja?
(Foto: REUTERS/AHMED YOSRI)

Ahli studi kajian Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Yon Machmudi, mengatakan Saudi masih belum cukup moderat terlepas dari berbagai kebijakan sosial yang lebih terbuka.

"Masih belum [moderat]. Dari aspek norma agama dan sosial Saudi menjadi lebih moderat tetapi sisi politik masih otoritarian," kata Yon saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (25/8).

Yon menerangkan meski warga Saudi, terutama perempuan, kini lebih bebas, namun masyarakat masih dilarang mendiskusikan masalah politik di negara itu. Sebab, isu ini merupakan hak prerogatif raja dan keluarga.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Otomatis, ulama maupun pihak yang berbeda pendapat dalam hal politik akan mendapat sanksi, termasuk dipenjarakan," lanjut Yon.

Sepanjang MbS memimpin terdapat sejumlah ulama yang ditangkap. Mereka yakni Salman Al-Awdah, Awal Al-Qarani, Farhan Al-Maliki, Mostafa Hassan dan Safar Al-Hawali.

Yon menganggap reformasi yang sudah dibuat MbS tak cukup menjadikan Saudi menjadi negara moderat karena hanya berfokus ke sektor sosial, ekonomi, dan budaya, namun melupakan bidang lain seperti penegakkan hak asasi manusia seperti kebebasan berpendapat.

"Moderat dari sisi keagamaan saja tetapi tidak demokratis," kata Yon lagi.

Yon kemudian menyoroti liberalisasi di Saudi hanya terjadi di bidang ekonomi dan sosial agama, sementara untuk politik tak ada sedikitpun keterbukaan.

Sebagaimana Visi 2030, Saudi menuntut Kerajaan melakukan modernisasi guna menumbuhkan ekonomi dari sektor non minyak.

Selain itu, sektor hiburan dan pariwisata juga menjadi alternatif baru bagi pendapatan negara.

Meski demikian, Yon mengatakan potensi moderat bisa saja terjadi di Saudi jika MbS menjadi raja dan perlahan membuka akses politik.

"Secara perlahan melakukan reformasi politik dengan membuka partisipasi publik dalam menentukan kebijakan negara," ucap dia.

Senada, pengamat Hubungan Internasional dari Universitas Islam Negeri Jakarta, Ubaedillah, mengatakan Saudi harus diberi kesempatan untuk menjadi sebuah negara yang moderat.

"Untuk ke arah sana tentu tak mudah. Saudi harus didukung untuk menjadi negara moderat," kata Ubaedillah.

Ia menyatakan Saudi memang banyak menangkap siapa saja yang menentang kebijakan MbS, namun sepanjang warga tak berbicara politik, Kerajaan tak akan melakukan penangkapan.

"Yang ditangkap Kerajaan Saudi bukan ulama Kerajaan, tetapi figur yang menyerukan anti moderasi dan bernada politis," ucap Ubaedillah lagi.

Sementara itu, pengamat hubungan internasional dari Universitas Muhammadiyah Riau, Fahmi Salsabila, mengkritik tindakan pemerintah Saudi hari ini.

Ia menilai usaha untuk tampak moderat tak sejalan dengan kondisi di dalam negeri.

"Upaya menuju moderat tak selaras dengan kebijakan dalam negeri yang justru masih represif terhadap kritikan rakyatnya," ucap Fahmi.

Ia menegaskan bahwa Saudi hanya ingin dianggap terbuka terhadap dunia luar. Namun, dalam hal kebebasan berpendapat tak mendapat ruang barang cuma sejengkal.

"Jadi [Arab Saudi] ingin dianggap moderat dari tanggapan dunia luar terhadap hal-hal yang dulunya dilarang namun justru radikal ke dalam, membungkam kritik warga apapun latar belakangnya," tutur Fahmi.

Lebih lanjut, ia menyarankan agar Saudi bijak dalam mengelola kritik terhadap negara. Namun, bagaimanapun, hal ini bergantung pemimpinnya.

Fahmi juga tak menganggap demokrasi menjadi solusi untuk keterbukaan Saudi, dan jalan menuju moderat yang lebih baik.

"Belum tentu juga negara yg menganut demokrasi akan lebih demokratis, meskipun [secara] teori harusnya iya," ucap dia lagi.



(rds)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER