Ventosilla merupakan seorang transgender dan aktivis hak-hak LGBT. Ia juga terdaftar sebagai mahasiswa magister studi administrasi publik di Harvard Kennedy School.
Ia mengunjungi Indonesia pada 8 Agustus lalu. Setibanya di bandara, petugas imigrasi di Bali memeriksa koper yang ia bawa.
Petugas menemukan satu alat penggiling yang berisi bubuk hijau lumut, satu kemasan berisi dua tablet, dan pil bertuliskan contain thcyl.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, mereka juga menemukan satu bungkus kue bronis yang mengandung ganja dengan berat keseluruhan 231,65 gram.
Pihak keluarga mengatakan obat-obat itu sebetulnya untuk keperluan medis karena Ventosilla mengalami gangguan mental.
Keluarga sebetulnya sudah menghubungi Kedutaan Besar Peru di Indonesia. Namun, keluarga mengatakan bahwa kedubes tak memberikan dukungan sampai Ventosilla meninggal.
"Tindakan Kedutaan telat, lalai, dan menghalangi permintaan keluarga untuk membantu Rodrigo," demikian pernyataan resmi keluarga.
Keluarga kemudian menghubungi Kementerian Luar Negeri Peru untuk memberi tahu bahwa Kekonsuleran Peru di RI lalai akan tugas mereka.
Keluarga juga meminta penyelidikan terhadap kepala layanan konsuler Kedutaan Besar Peru di Jakarta.
"Bagaimanapun tuntutan kami untuk keadilan dan kebenaran juga menuntut peningkatan kualitas layanan bantuan kepada sesama warga negara kita di luar negeri tanpa preferensi kelas, jenis kelamin, etnis, atau yang lain."
(kdf/isa/has)