Rusia Paksa WN Ukraina Bantu Invasi, Putin Putus Asa?

CNN Indonesia
Selasa, 27 Sep 2022 12:13 WIB
Pasukan Rusia yang kian terdesak dan telah menyerah di beberapa titik di Ukraina dikabarkan mulai memaksa warga lokal ikut membantu mereka melancarkan invasi.
Pasukan Rusia yang kian terdesak dan telah menyerah di beberapa titik di Ukraina dikabarkan mulai memaksa warga lokal ikut membantu mereka melancarkan invasi. (Foto: REUTERS/STRINGER)
Jakarta, CNN Indonesia --

Pasukan Rusia dikabarkan tengah merekrut warga Ukraina secara paksa demi bertempur melawan negara mereka sendiri.

Kabar ini muncul usai Presiden Vladimir Putin memerintahkan mobilisasi pasukan cadangan dan wajib militer hingga membuat ribuan warga Rusia kabur karena takut diminta ikut berperang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di Kota Kherson, beberapa pria Ukraina percaya bahwa mereka harus mematahkan tangan agar terhindar dari perekrutan paksa pasukan Rusia. Beberapa lainnya bersembunyi atau kabur ke luar negeri demi tak terseret wajib militer.

"Masyarakat panik," kata salah satu warga, Katerina.

"Pertama-tama, mereka menggeledah rumah kami, dan sekarang Rusia bakal merekrut pria kami untuk wajib militer. Ini tak sesuai hukum tapi sangat nyata bagi kami," paparnya menambahkan saat diwawancarai The New York Times pada Senin (26/9).

Tak hanya di Rusia, pasukan Moskow bahkan melarang seluruh orang termasuk penduduk pria sekitar 18-35 tahun di dua wilayah Ukraina yang kini diduduki, Kherson dan Zaporizhzhia, pergi meninggalkan kota.

Banyak dari mereka juga diperintahkan untuk melapor dan mengikuti kewajiban militer.

"Banyak orang menghubungi kami dan bertanya apakah kami bisa membantu mereka keluar," kata kordinator di Zaporizhzhia yang membantu masyarakat Ukraina kabur, Halyna Odnorih.

"Namun, kami tidak bisa [membantu mereka]," lanjutnya.

[Gambas:Video CNN]

Sementara itu, Wali Kota Melitopol yang terusir, Ivan Fedorov, mengatakan bahwa seluruh penduduk pria tak lagi bisa pergi keluar dari Zaporizhzhia.

Fedorov juga mengimbau warga yang ingin menghindari wajib militer untuk pergi keluar Crimea menuju Eropa hingga Georgia, lalu kembali ke Ukraina. 

"Karena semua orang pasti bakal diambil dari jalanan dan dimobilisasi," katanya.

Rusia juga dikabarkan mulai merekrut etnis minoritas di Crimea, yakni Tatar Crimea. Semenanjung Crimea merupakan wilayah Ukraina yang dicaplok Rusia pada 2014 dan sampai saat ini masih diakui dunia internasional sebagai bagian dari teritorial Ukraina.

Berdasarkan laporan Human Rights Watch pada 2017, etnis Tatar Crimea menjadi korban persekusi pejabat Rusia.

Sementara itu, pendiri organisasi hak asasi manusia di Crimea SOS, Alim Aliev, mengungkapkan 80 persen penduduk Tatar Crimea telah menerima panggilan wajib militer Rusia.

"Itu adalah kejahatan perang, yang mungkin dapat berujung pada genosida orang Tatar Crimea," kata Aliev seperti dikutip The New York Times.

"Kami menyarankan masyarakat agar tak datang ke pertemuan publik, tidak menerima pemberitahuan, dan tidak datang ke komite militer," ucapnya lagi.

Tak hanya itu, perwakilan presidensial Ukraina di Crimea, Tamila Tasheva, mengungkapkan bahwa pihak berwenang lokal telah mengeluarkan 1.500 draft pemberitahuan ke Tatar Crimea setelah berkunjung ke rumah dan tempat kerja masyarakat.

Tasheva juga menuturkan meski mobilisasi parsial yang diumumkan Putin dikatakan ditujukan pada orang yang pernah bekerja di militer, pihak berwenang Rusia di Crimea tak menanyakan itu kepada komunitas Tatar.

Melihat situasi di Crimea, penasihat kepresidenan Ukraina Mykhailo Podolyak mengungkapkan kampanye wajib militer itu merupakan "genosida etnis sebenarnya dan tragedi mengerikan bagi seluruh negara."

"Memaksa warga sipil berperang di wilayah yang diduduki tak lebih dari upaya Moskow untuk membersihkan teritori dari populasi yang tak setia," kata Podolyak pada Minggu (25/9).

Sebagaimana diberitakan CNN, Putin baru-baru ini memerintahkan mobilisasi parsial di Rusia, membuat warga negara itu ramai-ramai kabur demi terhindar dari wajib militer.

Lebih dari 8.500 warga Rusia pergi ke Finlandia pada Sabtu (24/9) lewat jalur darat. Jumlah ini menjadi rekor tertinggi saat ini.

Namun, banyak warga memutuskan melakukan demo demi menolak mobilisasi. Namun, kepolisian Rusia menindak tegas pedemo, menahan 1.472 pedemo di berbagai kota Rusia pada Sabtu.



(pwn/rds)


[Gambas:Video CNN]
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER