Sementara itu, menurut sebuah laporan di Universitas Melbourne, PKI memiliki sikap ambivalen terhadap agama, dan tak sepenuhnya ateis.
Mereka bahkan mengakui Pancasila sebagai ideologi negara. Di mana, poin pertama berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa."
"Orang-orang komunis mengaku dan menerima Pantja Sila, salah satu dari lima prinsip itu [adalah] Ketuhanan Yang Maha Esa, termasuk pengertian tidak boleh melakukan propaganda anti-agama di Indonesia," kata ketua PKI, DN Aidit, saat berpidato pada 1962 lalu, tujuh tahun setelah Indonesia merdeka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Lebih lanjut, Aidit mengatakan pihaknya menerima konsep Pancasila karena komunis di Indonesia memang tak berminat melakukan propaganda anti-agama.
"Tetapi di sisi lain, komunis juga menuntut agama tak boleh dipaksakan kepada orang, karena ini tidak sesuai dengan perasaan kemanusiaan, perasaan nasionalis, tidak selaras dengan demokrasi dan keadilan," terang dia.
Tiga tahun usai pidato Aidit, muncul peristiwa 30 September 1965 atau G30S. PKI kemudian dituding jadi biang kerok pembantaian tujuh jenderal TNI Angkatan Darat untuk melakukan kudeta pemerintahan saat itu.
Pemerintah Orde Baru kemudian secara konsisten menyamakan komunisme dengan ateisme.
Anggapan ateisme PKI juga digunakan untuk membenarkan pelarangan kegiatan partai dan mengintensifkan semangat anti-komunis.
Salah satu Ulama di Indonesia, Nurcholish Madjid, sampai-sampai mengatakan ateisme diperlakukan sebagai musuh negara sejak 1966. Seseorang juga tak bisa mengaku sebagai ateis tanpa mendapat konsekuensi yang serius.
Lima puluh tahun kemudian, ateisme di Indonesia masih diasosiasikan dengan komunisme dan subversi.
(isa/bac)