Jakarta, CNN Indonesia --
Seorang diplomat Israel menganggap Arab Saudi telah menghina Amerika Serikat akibat keputusan Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC+) di bawah Saudi mengurangi produksi minyak.
Menurut diplomat Israel Alon Pinkas, yang dahulu merupakan seorang konsulat di New York, Saudi "secara publik menghina" AS lewat keputusan itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam artikel di media Haaretz, Pinkas menyimpulkan bahwa butuh 20 tahun diskusi terkali longgarnya aliansi dengan Saudi untuk sampai pada kesimpulan bahwa "Teluk bukanlah sekutu yang dapat diandalkan dan dapat dipercaya."
Pinkas juga menuturkan tindakan Saudi yang "secara terbuka bekerja sama dengan musuh terbesar Anda saat ada konfrontasi langsung dengan Anda [perang Rusia-Ukraina]" dan keputusan Saudi untuk "mengundang Anda ke konferensi di Jeddah untuk secara publik menghina Anda menunjukkan negara itu bukanlah sekutu yang dapat diandalkan."
[Gambas:Video CNN]
Komentar terkait konferensi Jeddah ini merujuk pada keputusan OPEC+ untuk mengurangi produksi minyak, yang notabene menuai penolakan dari AS.
Sebagaimana dilansir Middle East Monitor, Pinkas menilai AS seharusnya berterima kasih pada Saudi karena menunjukkan kejelasan itu saat ini.
Pinkas juga menyebut realitas hubungan AS-Saudi saat ini adalah "aliansi tak seimbang yang bakal berakhir."
Selain itu, Pinkas berpendapat kecenderungan Presiden AS Joe Biden atas keputusan OPEC+ ini cukup jelas, yakni penilaian kembali atas hubungan dengan Saudi, pun pengurangan kerja sama keamanan dan politik.
"Seberapa luas dan durasi dalam pengambilan keputusan ini bakal memutuskan level hubungan [AS dan Saudi], tetapi pengaruh peristiwa dalam sepekan terakhir tidak boleh diremehkan," ujar Pinkas.
Lanjut baca di halaman berikutnya...
Pinkas lebih lanjut menuturkan politikus AS kebanyakan cenderung mengancam Arab Saudi secara terbuka. Namun, ancaman itu hilang setelah pejabat keamanan AS menuturkan sejauh mana kerja sama intelijen antar kedua negara berlangsung.
"Tampaknya akhir-akhir ini fenomena tersebut mulai berakhir, dan selain dari kemarahan atas kemunafikan Saudi, kemarahan atas kerja sama dengan [Presiden Rusia Vladimir Putin] dan keputusan OPEC+ yang memalukan, saya mendengar proposal konkret di Kongres, dan Presiden AS mengumumkan dia bakal memeriksa [relasi Washington-Riyadh] secara positif," ujar Pinkas lagi.
Sebagaimana diberitakan CNBC, AS sempat meminta Saudi untuk tidak langsung memutuskan mengurangi produksi minyak.
"Pemerintah Kerajaan Saudi mengklarifikasi lewat konsultasi bersama pemerintah AS secara terus-menerus bahwa seluruh analisis ekonomi menunjukkan penangguhan keputusan OPEC+ untuk satu bulan, sesuai apa yang diusulkan, bakal membawa konsekuensi negatif," demikian pernyataan pemerintah Saudi.
Namun, juru bicara Pentagon John Kirby menuduh Saudi 'mengamankan' pendapatan Rusia dari penjualan minyak dan mengurangi dampak sanksi Barat ke Moskow akibat invasi di Ukraina.
"Dalam beberapa pekan terakhir, Saudi menyampaikan kepada kami, secara privat dan publik, niat mereka untuk mengurangi produksi minyak, yang mereka ketahui dapat meningkatkan pendapatan Rusia dan mengurangi keefektifan sanksi. Ini merupakan arah yang salah," kata Kirby.
The Guardian melaporkan langkah OPEC+ tersebut bakal membawa dampak buruk bagi Biden sebelum pemilihan paruh waktu.
Langkah itu juga dapat dinilai sebagai tindakan yang mempermalukan AS.
Biden sempat bersumpah bakal menjadikan Saudi sebagai negara paria akibat kasus pembunuhan Jamal Khashoggi, tetapi ia malah mencoba menjalin relasi baik dengan Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MbS).