Pinkas lebih lanjut menuturkan politikus AS kebanyakan cenderung mengancam Arab Saudi secara terbuka. Namun, ancaman itu hilang setelah pejabat keamanan AS menuturkan sejauh mana kerja sama intelijen antar kedua negara berlangsung.
"Tampaknya akhir-akhir ini fenomena tersebut mulai berakhir, dan selain dari kemarahan atas kemunafikan Saudi, kemarahan atas kerja sama dengan [Presiden Rusia Vladimir Putin] dan keputusan OPEC+ yang memalukan, saya mendengar proposal konkret di Kongres, dan Presiden AS mengumumkan dia bakal memeriksa [relasi Washington-Riyadh] secara positif," ujar Pinkas lagi.
Lihat Juga :![]() KILAS INTERNASIONAL Sepupu Pangeran MbS Ancam AS dengan Jihad hingga PM Inggris Minta Maaf |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagaimana diberitakan CNBC, AS sempat meminta Saudi untuk tidak langsung memutuskan mengurangi produksi minyak.
"Pemerintah Kerajaan Saudi mengklarifikasi lewat konsultasi bersama pemerintah AS secara terus-menerus bahwa seluruh analisis ekonomi menunjukkan penangguhan keputusan OPEC+ untuk satu bulan, sesuai apa yang diusulkan, bakal membawa konsekuensi negatif," demikian pernyataan pemerintah Saudi.
Namun, juru bicara Pentagon John Kirby menuduh Saudi 'mengamankan' pendapatan Rusia dari penjualan minyak dan mengurangi dampak sanksi Barat ke Moskow akibat invasi di Ukraina.
"Dalam beberapa pekan terakhir, Saudi menyampaikan kepada kami, secara privat dan publik, niat mereka untuk mengurangi produksi minyak, yang mereka ketahui dapat meningkatkan pendapatan Rusia dan mengurangi keefektifan sanksi. Ini merupakan arah yang salah," kata Kirby.
The Guardian melaporkan langkah OPEC+ tersebut bakal membawa dampak buruk bagi Biden sebelum pemilihan paruh waktu.
Langkah itu juga dapat dinilai sebagai tindakan yang mempermalukan AS.
Biden sempat bersumpah bakal menjadikan Saudi sebagai negara paria akibat kasus pembunuhan Jamal Khashoggi, tetapi ia malah mencoba menjalin relasi baik dengan Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MbS).
(pwn/bac)