Piala Dunia Jadi Ajang Bela Hak Wanita, Ada Apa dengan Perempuan Iran?

CNN Indonesia
Rabu, 30 Nov 2022 18:56 WIB
Piala Dunia 2022 di Qatar dijadikan momen bagi warga Iran untuk melancarkan protes terhadap rezim negaranya, termasuk bela hak-hak perempuan.
Aksi Pussy Riot, band cadas asal Rusia yang berdemo di Piala Dunia Qatar mendukung perempuan di Iran. (AP/Luca Bruno)

Riwayat Demo di Iran

Pasca-revolusi 1980, warga menggelar demo tetapi disambut kampanye penangkapan dan eksekusi massal.

Kemudian pada 1999, mahasiswa turun ke jalan selama enam hari. Namun, pihak berwenang menangkap ribuan peserta aksi. Di antara mereka juga banyak yang hilang, terluka, atau terbunuh.

Satu dekade kemudian, warga, termasuk banyak perempuan, turun ke jalan memprotes pemilihan umum (Pemilu). Ini merupakan aksi terbesar dalam 30 tahun terakhir. Namun, gayung tak bersambut, lagi-lagi, mereka harus menghadapi penangkapan dan tekanan lain.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Salah satu perempuan yang menjadi korban dalam aksi itu adalah Neda Agha Soltan. Ia tewas ditembak milisi Basij.

Kematian Soltan bahkan disebut menjadi simbol kebrutalan pemerintah.

Pada 2019, demo juga meletus usai bahan bakar naik. Aksi ini kemudian meluas hingga menjadi demo anti-pemerintah.

Perlawanan Perempuan Iran

Selama protes berulang itu, perempuan di Iran terus mengobarkan perlawanan: penggunaan wajib jilbab. Aksi itu mulanya dilakukan dengan tenang, mulai dari melonggarkan penutup kepala dan membiarkan beberapa rambut terlihat.

Namun, kadang-kadang perlawanan mereka juga keras. Saat hari Perempuan Internasional, 8 Maret 1979, ribuan perempuan turun ke jalan di Teheran.

Aksi ini berlangsung tak lama setelah Iran menerapkan wajib jilbab pertama kali. Mereka menolak UU ini.

Demo 2017 dan 2019 di Iran

Kemudian pada 2017 hingga 2019, aksi dari pengunjuk rasa yang disebut The Girls Enghelab Street melepas jilbab mereka.

Para perempuan itu melambaikan jilbab mereka di tempat umum, sebuah tindakan yang bertentangan dengan rezim Iran.

Iran lalu menangkap mereka dan mendakwa dengan tudduhan penggunaan nakroba. Tiga perempuan yang mendekam di penjara yakni Saba Kordafshari, yasaman Aryani, dan Monireh Asbshahi.

Tiga tahun kemudian, protes soal kebebasan berpakaian kembali menjadi sorotan.

Mereka bergerilya di jalanan hingga media sosial. Di jagat maya, beberapa warga Iran meminta dunia mendukung, dan memahami apa yang mereka perjuangkan terutama soal perempuan dan anak perempuan.

(isa/bac)


[Gambas:Video CNN]

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER