Kenapa AS Bela Palestina saat Benjamin Netanyahu Jabat PM Israel Lagi?

blq | CNN Indonesia
Senin, 05 Des 2022 13:18 WIB
AS mewanti-wanti eks PM Benjamin Netanyahu yang kembali memimpin Israel agar tidak memperluas pendudukan dan aneksasi Tepi Barat, Palestina. AS mewanti-wanti eks PM Benjamin Netanyahu yang kembali memimpin Israel agar tidak memperluas pendudukan dan eneksasi Tepi Barat, Palestina. (Foto: AHMAD GHARABLI / AFP)
Jakarta, CNN Indonesia --

Amerika Serikat mewanti-wanti Israel agar tidak memperluas pendudukan dan pencaplokan ilegalnya di Tepi Barat, Palestina.

Pernyataan itu diutarakan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menanggapi pemerintahan baru Israel yang akan kembali dipimpin eks Perdana Menteri Benjamin Netanyahu setelah partainya, Likud, memenangkan pemilu 1 November lalu.

Blinken menuturkan Washington bersumpah bakal menentang segala bentuk kebijakan Netanyahu terkait perluasan permukiman hingga pencaplokan di Tepi Barat meski AS-Israel merupakan sekutu dekat.

"Kami akan mengukur pemerintah (asing) dengan kebijakan yang dikejarnya, bukan karena pribadi pemimpinnya," kata Blinken dalam acara kelompok advokasi pro-Israel AS yang progresif J Street, Minggu (4/12).

Dalam kesempatan itu, Blinken bahkan menegaskan pemerintahan AS di bawah Presiden Joe Biden akan "bekerja tanpa henti" untuk mempertahankan "cakrawala harapan" pembentukan negara Palestina meski peluang itu semakin redup.

"Kami juga akan terus dan dengan tega smenentang setiap tindakan yang merusak prospek solusi dua negara (Palestina-Israel), termasuk namun tidak terbatas pada perluasan permukiman, aneksasi Tepi Barat, ganguan terhadap status quo tempat suci (Masjid Al-Aqsa), penggusuran dan hasutan kekerasan," kata Blinken.

[Gambas:Video CNN]

Blinken memperingatkan untuk tidak "mengalah pada sinisme" dan terus bekerja untuk perdamaian Palestina-Israel.

Lantas, kenapa AS khawatir soal Palestina ketika Netanyahu kembali ke pucuk pemerintahan Israel?

Netanyahu merupakan mantan perdana menteri Israel pada periode 2009-2021. Ia dikenal sebagai 'musuh besar Palestina' lantaran kerap menerapkan kebijakan keras dalam menangani konflik Israel-Palestina.

Dia tidak pernah mendukung solusi dua negara dalam penyelesaian konflik, sebuah solusi di mana Palestina dan Israel sama-sama berdiri sebagai negara berdaulat yang hidup berdampingan.

Solusi dua negara dilihat komunitas internasional sebagai resolusi konflik paling tepat selama ini demi menyelesaikan konflik Israel-Palestina yang sudah berlangsung lebih dari setengah abad.

Netanyahu bahkan pernah mengatakan bahwa pembentukan negara Palestina merupakan bencana bagi Israel.

Tak cuma itu, dia juga pernah marah atas keputusan Perdana Menteri saat ini, Yair Lapid, yang menyuarakan dukungan atas negara Palestina dan menilai keputusannya itu lemah. Berbeda dengan Netanyahu, Lapid justru blak-blakan mendorong penyelesaian konflik Israel-Palestina saat berpidato di Majelis Umum PBB pada September lalu.

"Lapid telah membahayakan masa depan kita dan keberadaan kita di isu Palestina dan isu Iran," kata Netanyahu merespons pidato Lapid di PBB, dikutip dari i24 News.

Selama menjabat sebagai PM, Netanyahu kerap bandel memperluas permukiman Israel di Tepi Barat, Palestina. 

Saat kampanye untuk mengamankan posisinya sebagai PM di pemilu 2019 lalu, Netanyahu bahkan bersumpah akan mencaplok Tepi Barat dan Lembah Yordan jika menang lagi.

Sederet kebijakan Netanyahu soal Palestina selama ini pun kerap memperkeruh ketegangan dan menjauhkan prospek damai Tel Aviv dan Ramallah.

Kekhawatiran AS soal Netanyahu ini juga terkait dengan misi pembukaan konsulat AS di Palestina yang telah diusung sejak dua tahun lalu. Rencana AS ini sempat ditangguhkan oleh Presiden Donald Trump pada 2019 dan ditolak oleh Israel pada 2021.

Perwakilan Khusus AS untuk Palestina, Hady Amr, pada Rabu (30/11) mengatakan bahwa AS masih berencana membuka kembali konsulatnya di Yerusalem.

Pembukaan konsulat ini sendiri merupakan jalan bagi Washington untuk berhubungan dan memberikan dukungan kepada warga Palestina.

Pembukaan konsulat ini sendiri disinyalir sebagai upaya AS memperbaiki hubungannya dengan Palestina yang sempat renggang setelah dipimpin oleh Trump.

Sejak menjabat, Biden memang mulai menjalin kembali ikatan kedua negara mengikuti jejak Obama, salah satunya dengan memberikan bantuan kepada Palestina sebesar $500 juta.

AS juga memberikan bantuan dana untuk Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) yang sebelumnya menerima sekitar $350 juta tiap tahun saat era Obama namun diputus oleh Trump.



(blq/rds)


[Gambas:Video CNN]
Lihat Semua
SAAT INI
BERITA UTAMA
REKOMENDASI
TERBARU
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
LIHAT SELENGKAPNYA

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

TERPOPULER