Menanggapi pernyataan itu, Sya'roni menilai pengesahan ini tak berdampak terhadap kerja sama di bidang pariwisata.
"Iya, saya kira demikian [tak berdampak dalam bidang kerja sama pariwisata]. Bahwa pada akhirnya, pilihan ada pada pemerintah," ujar dia.
Sya'roni kemudian berlanjut, "Apakah akan memilih menjadi negara yang reputasinya baik dalam urusan HAM karena meratifikasi norma-norma internasional atau cenderung ketat dan mengabaikan aspirasi negara mitra."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lihat Juga : |
Lebih lanjut, dia menjelaskan Australia juga tak akan sampai memberikan travel warning atau peringatan perjalanan.
"Jika Australia memberlakukan travel warning justru itu yang memperburuk hubungan Indonesia-Australia," ujar Sya'roni lagi.
Namun, saat ini pemerintah RI mengesahkan hukum pidana versi Indonesia. Syaroni memandang itu persis peribahasa dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung.
"Australia dan AS punya hukum pidana sendiri. Indonesia punya hukum pidana sendiri. Jadi itu konteksnya," ucap Sya'roni lagi.
Selain dua negara itu, ia tak menampik bakal ada sejumlah negara yang memperhatikan pasal-pasal di KUHP. Sebab, media asing juga menyoroti soal hubungan seksual di luar nikah.
Namun, Sya'roni juga meyakini negara-negara itu tak mungkin melancarkan kritik, tetapi hanya sebatas saran.
"Mereka tentu tidak akan secara spesifik mengkritik KUHP tersebut tetapi pasti akan memberikan konsen dan perhatian," lanjut dia.
KUHP baru berlaku tiga tahun ke depan. Menurut Sya'roni, pemerintah punya waktu untuk melihat bagaimana respon sektor pariwisata dari turis internasional setelah KUHP ditetapkan.
Pada saat yang sama, lanjut dia, pemerintah punya pekerjaan rumah untuk menyelaraskan KUHP dengan aturan-aturan yang mendukung lalu lintas investasi dan turis asing.
(isa/bac)