
Kenapa KUHP Baru Indonesia Jadi Sorotan Pihak Asing?

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) resmi mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi undang-undang hari ini, Selasa (6/12).
Pengesahan itu dilakukan di tengah penolakan publik yang menilai KUHP baru itu memuat banyak pasal kontroversial dan melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) hingga kebebasan berpendapat.
Salah satu pasal yang dianggap bermasalah dan banyak ditentang yakni aturan soal perzinaan.
Penentangan itu pun dilayangkan tak cuma oleh warga Indonesia tetapi juga warga asing, termasuk Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia, Sung Yong Kim.
Pakar HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga turut melayangkan kekhawatiran mereka soal pasal-pasal di KUHP baru Indonesia yang dapat semakin merenggut HAM dan kebebasan masyarakat.
Lantas, kenapa KUHP baru itu jadi sorotan?
Kelompok ahli hak asasi manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menilai sejumlah pasal dalam KUHP berpotensi jadi kemunduran bagi RI atas hak asasi manusia.
Kelompok itu menyoroti aturan soal seks di luar nikah hingga aborsi yang termaktub dalam beleid KUHP baru.
Menurut mereka, Indonesia mestinya menggunakan proses reformasi itu untuk memastikan bahwa hukum nasional selaras dengan kewajiban HAM internasional.
"Pakar PBB prihatin dengan rancangan KUHP yang bisa berarti kemunduran serius hak asasi manusia dengan menghukum seks di luar nikah, aborsi, dan menghambat kebebasan fundamental, khususnya bagi wanita dan anak perempuan, kaum LGBTQ, dan minoritas lainnya," bunyi kicauan UN Special Procedures pada 1 Desember lalu.
Pelapor Khusus PBB urusan Asosiasi Kebebasan dan Perdamaian, Clement Voule, juga menyoroti masalah serupa. Menurut Voule, KUHP baru hanya akan mengikis kebebasan masyarakat di RI.
Oleh sebab itu, pemerintah menurutnya harus merevisi pasal-pasal yang berpeluang menghambat HAM.
"Saya mendesak otoritas dan menyerukan @DPR_RI untuk memastikan KUHP sejalan dengan standar internasional dengan merevisi pasal-pasal yang bisa menghambat HAM," kata Voule melalui kicauan di Twitter.
Hal senada juga disampaikan oleh lembaga pemantau HAM, Human Right Watch (HRW). Lembaga itu mengkritik pengesahan RKUHP karena dinilai menunjukkan kemunduran bagi demokrasi di RI. Mereka menyoroti pasal larangan penghinaan terhadap presiden dan lembaga negara hingga seks di luar nikah.
"Sebuah kemunduran, pertama, larangan menghina presiden atau lembaga negara atau menyatakan pandangan yang bertentangan dengan ideologi negara. Kedua, menghukum seks di luar nikah dan melarang hidup bersama sebelum menikah," ujar Direktur Eksekutif HRW, Kenneth Roth, melalui cuitan.
Keluhan juga dilontarkan oleh sejumlah jurnalis asing mulai dari Australia hingga Taiwan.
Vanbadham, jurnalis asal Australia, mengatakan aturan hubungan seksual dalam KUHP Indonesia sudah kelewatan. Dia menilai para politikus yang membuat aturan itu kemungkinan ingin menutupi sesuatu yang tak ingin diketahui masyarakat.
"Indonesia menetapkan seks di luar nikah bakal dihukum penjara. Ini keterlaluan," tulis Vanbadham di Twitter.
Jurnalis lainnya yang berbasis di Taiwan, Davidson, menilai bahwa KUHP RI, terutama soal aturan penghinaan presiden atau lembaga negara, bertentangan dengan ideologi negara Indonesia.
"Perombakan aturan itu juga akan melarang menghina presiden atau lembaga negara dan pandangan apa pun yang bertentangan dengan ideologi negara Indonesia," tulis Davidson.
Apa kata AS soal KUHP baru Indonesia? Baca di halaman berikutnya >>>