Jakarta, CNN Indonesia --
Sejumlah panggilan telepon tentara Rusia yang berhasil disadap oleh Ukraina mengungkap kondisi miris para personel di medan perang yang kekurangan logistik hingga kelaparan.
Sebuah percakapan telepon dari prajurit Rusia bernama Andrey pada 8 November lalu memaparkan bahwa sebagian pasukan Presiden Vladimir Putin kelaparan karena tak diberi makan selama bertugas di zona perang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prajurit yang berjaga di Lyman, Ukraina, itu memutuskan tak ingin lagi mendengar perintah komandannya usai para tentara tak mendapat kebutuhan yang semestinya. Dia akhirnya menelepon sang ibu untuk berkeluh kesah soal kondisinya selama berjaga di garis depan wilayah tersebut.
"Tidak ada yang memberi kami makan, Bu," ujar Andrey saat bertelepon dengan ibunya.
"Jujur, persediaan kami sangat buruk. Kami menimba air dari genangan lalu menyaringnya untuk diminum," katanya lagi seperti dikutip The Guardian.
Rekaman panggilan telepon berdurasi lima menit 26 detik itu juga mengungkap betapa Andrey meragukan situasi perang saat ini di Ukraina.
Dia berujar senjata yang dijanjikan Putin untuk dikerahkan ke Ukraina tak ada artinya. Pasukan Rusia tak bisa melancarkan serangan apa pun di sana.
[Gambas:Video CNN]
"Di mana rudal yang dibangga-banggakan Putin? Ada gedung tinggi tepat di depan kami. Namun tentara kami tidak bisa menghantamnya. Kami butuh satu rudal jelajah Kaliber," ujarnya.
Kondisi miris lainnya juga diungkapkan oleh panggilan telepon yang dilakukan antara seorang ayah bernama Andrei dan teman putranya yang terbunuh saat bertugas.
"Tak ada bala bantuan dan komunikasi," jawab seorang tentara kala menjawab Andrei dalam panggilan telepon pada 6 November lalu.
"Mereka bilang kami tidak diizinkan mundur. Jika kami mundur, kami mungkin bakal ditembak," ucapnya lagi.
Berlanjut ke halaman berikutnya >>>
'Kita semua akan dibantai'
Rekaman lainnya pada 26 Oktober juga menunjukkan bagaimana seorang tentara berupaya kabur bersama tiga orang temannya dari lokasi pertumpahan darah tersebut. Mereka ingin menyerah dari perang yang berkobar sejak invasi dimulai Februari lalu.
"Saya di dalam kantong tidur, semuanya basah, batuk, sangat kacau," katanya.
"Kami semua bakal dibantai."
Mantan pejabat pertahanan Rusia berujar panggilan-panggilan telepon tersebut menunjukkan betapa lemahnya pasukan di Ukraina sekarang.
"Keamanan selalu berantakan, baik di militer maupun di kalangan pejabat pertahanan," kata sumber yang tak ingin disebutkan namanya tersebut.
"Pada 2013, misalnya. Mereka mencoba meminta semua staf di kementerian pertahanan untuk mengganti iPhone dengan smartphone Yoto buatan Rusia."
Meski begitu, para staf menurutnya tetap menggunakan iPhone sebagai ponsel kedua karena memiliki fitur yang lebih mumpuni.
"Kami hanya menyimpan iPhone di laci mobil dan menggunakannya saat pulang kerja. Pada akhirnya, kementerian menyerah dan berhenti untuk menuruti perintah tersebut," ujar dia.
"Jika atasan tidak memperhatikan keamanan dengan sangat serius, bagaimana Anda bisa mengharapkan kedisiplinan di antara pasukan reguler?" ucapnya melanjutkan.
Rusia beberapa waktu lalu memang melakukan mobilisasi sebagian dari 300.000 tentara cadangan. Mereka yang diperintah berperang merupakan tentara 'baru' dan termasuk "mereka yang sudah memiliki pengalaman militer".
Mantan pejabat Rusia itu pun mengatakan bahwa mobilisasi pasukan ke Ukraina itu hanya akan memperburuk situasi keamanan.
"Tentara mendapat kursus kilat tentang larangan memberikan informasi sensitif, namun itu umumnya hanya akting," ujar dia.
Dia berujar bahwa para komandan Rusia hanya "berpura-pura mengajar [kursus] dan tentara-tentara tersebut pura-pura mendengarkan."
"Bahkan sekarang, kami melihat bahwa tentara Rusia terus menggunakan media sosial dan memberi tahu istri dan ibu mereka tentang kondisi perang, kadang bahkan mengungkap lokasi mereka juga," tuturnya.
"Tak ada kedisiplinan. Itu hanya akan memperburuk situasi karena mereka memobilisasi 300 ribu orang yang hampir tidak terlatih."