Kampanye besar-besaran untuk meningkatkan patriotisme dalam masyarakat juga menargetkan orang dewasa.
Papan reklame yang memaparkan panggilan untuk tentara Rusia dan huruf Z--sebagai simbol serangan Moskow-- ada di hampir seluruh penjuru negeri.
Lihat Juga :![]() KILAS INTERNASIONAL Benny Wenda Desak Bebaskan Pilot Susi Air sampai Ukraina Tolak China |
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Putin juga memerintahkan pemutaran bioskop dengan film dokumenter yang didedikasikan untuk serangan di Ukraina.
Selain itu, Kremlin memberi panggung bagi jurnalis yang bekerja di media pemerintah. Salah satu di antaranya bahkan duduk di dewan hak asasi manusia negara itu.
Rusia menuju otoritarianisme
Selama bertahun-tahun, Putin menggunakan narasi Perang Dunia II untuk mengkampanyekan agenda politiknya.
Kini, media pemerintah dan Gereja Ortodoks membangun kebanggaan terhadap tentara itu.
"Ada pemuliaan perang dan unsur kultus kematian," ujar Yudin.
Pada September lalu, tepat saat Putin hendak mengerahkan ratusan ribu cadangan, Kepala Gereja Ortodoks Rusia, Patriark Kirill, dalam khotbahnya mengatakan kematian di Ukraina "menghapus semua dosa."
Salah satu juru kampanye Rusia, Vladimir Solovyov, mengatakan warga Rusia jangan takut mati.
"Hidup sangat dilebih-lebihkan. Mengapa takut terhadap apa yang tak terelakkan," ujar Solovyov.
Kondisi semacam itu, membuat Rusia perlahan kembali ke totalitarianisme.
Peneliti senior di Carnegie Endowment for International Peace, Andrey Kolesnikov, menilai Kremlin berpikiran bawah generasi mendatang harus patuh atas kehendak negara.
"Ini bukan lagi hanya negara otoriter," kata Kolesnikov.
(isa/bac)