Jakarta, CNN Indonesia --
Kekayaan sekte-sekte di Korea Selatan mendadak jadi sorotan setelah serial dokumenter In the Name of God: A Holy Betrayal merajai Netflix.
Isu ini mencuat karena warganet sibuk mengulik berbagai sekte lainnya setelah menonton serial itu.
Beberapa dari mereka akhirnya bergunjing soal sejumlah sekte yang memiliki jaringan bisnis luas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut tiga sekte Korea Selatan yang memiliki jaringan bisnis besar sehingga dapat tetap memperkuat cengkeramannya di Negeri Ginseng, bahkan di mancanegara.
1. Gereja Unifikasi
Sebelum In the Name of God viral, sekte Gereja Unifikasi lebih dulu menyedot perhatian publik karena kasus pembunuhan mantan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, pada Juli 2022.
Pelaku penembakan Abe, Tetsuya Yamagami, mengaku memang berniat membunuh sang mantan pemimpin Negeri Matahari Terbit itu karena terkait dengan Gereja Unifikasi.
Yamagami memendam dendam karena keluarganya jatuh miskin setelah ibunya mengucurkan banyak dana untuk donasi Gereja Unifikasi.
Gereja Unifikasi di Jepang sendiri merupakan cabang dari sekte yang berbasis di Korea Selatan.
Sejak lama, Gereja Unifikasi memang kerap meminta sumbangan dari para anggotanya untuk mengisi pundi-pundi sekte.
Tak hanya dari sumbangan warga, Gereja Unifikasi juga meraup untung dari bisnis yang mereka jalankan di berbagai belahan dunia.
Seorang ahli sosiologi dari Virginia Commonwealth University, David Bromley, mengatakan bisnis-bisnis ini merupakan "mesin" bagi Gereja Unifikasi.
"Ranah perusahaan diyakini menjadi mesin yang membiayai misi gereja itu. Kekayaan mereka cukup substansial," ucap Bromley kepada Washington Post pada 1997 silam.
Gereja Unifikasi mengoperasikan bisnisnya melalui jejaring perusahaan yang berinduk pada Unification Church International Inc.
Di bawah jejaring itu, bisnis Gereja Unifikasi menggurita, dari otomotif, makanan laut, perkapalan, agrikultur, real estate, hingga media massa di Amerika Serikat.
[Gambas:Video CNN]
2. Sekte Keselamatan/Gereja Baptis Evangelis
Meski sudah berdiri sejak awal medio 1970-an, kekayaan Gereja Baptis Evangelis alias Sekte Keselamatan baru menjadi pergunjingan pada 2014.
Saat itu, kapal feri MV Sewol tenggelam dalam perjalanan dari Incheon ke Jeju, menewaskan 304 penumpang dan kru di dalamnya.
Setelah diselidiki, feri itu dimiliki oleh Chonghaejin Marine, perusahaan yang didirikan pebisnis bernama Yoo Byung Eun.
South China Morning Post melaporkan Yoo juga merupakan pendiri Sekte Keselamatan, kelompok yang pernah diselidiki terkait bunuh diri massal pada 1987.
Setelah tragedi kapal Sewol, Yoo pun langsung menjadi orang paling dicari di Korsel.
Berdasarkan surat dakwaan pengadilan, Sekte Keselamatan merupakan sumber kunci pendanaan ekspansi bisnis ilegal Yoo.
Sepanjang hidupnya, Yoo sendiri menekuni berbagai profesi, dari pastor, pebisnis, hingga fotografer.
Ketika menjadi pastor pada 1970-an, ia mendirikan perusahaan mainan. Demi memangkas ongkos produksi, Yoo memaksa anggota Sekte Keselamatan untuk bekerja di perusahaan itu.
Seorang mantan anggota Sekte Keselamatan, Chung Dong Seop, bercerita bahwa dulu, Yoo kerap mengatakan para anggota dapat menyenangkan hati Tuhan jika bekerja di perusahaan gereja itu.
"Kondisi kerja di sana menyedihkan. Mereka bekerja sangat lama, tapi menerima hanya sepersepuluh dari upah rata-rata pekerja saat itu," tutur Chung kepada The Korea Times.
"Yoo menimbun uang dengan mengeksploitasi pekerjanya dan kekayaan yang ia raup itu digunakan sebagai duit untuk mengembangkan konstruksi bisnisnya."
Setelah itu, bisnis Yoo berkembang. Selama jaringan bisnis itu berjalan, selalu ada selentingan mengenai eksploitasi pekerja.
3. Sekte kiamat Grace Road Church
Meski berdiri di Korea Selatan pada 2002, Grace Road Church baru menyedot perhatian ketika mereka pindah markas ke Fiji pada 2014.
Pemimpin sekte itu, Pastor Shin Ok Ju, memboyong ratusan pengikutnya ke Fiji setelah memprediksi Korsel bakal dilanda kelaparan.
Menurutnya, Fiji merupakan tanah perjanjian Tuhan. Di Fiji, Grace Road Church menggalang dana untuk pengembangan gereja melalui entitas Grace Road Group.
CNN melaporkan Grace Road Group membuka berbagai bisnis di Fiji, mulai dari konstruksi, agrikultur, restoran, salon, hingga pertanian.
Dengan jaringan bisnis yang begitu luas, Grace Road Church menjalin hubungan erat dengan pejabat-pejabat tinggi pemerintahan Fiji.
Laporan Korea Center for Investigative Journalism dan Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) bahkan mengungkap gereja itu menerima pinjaman lebih dari 8,5 juta dollar Fiji (Rp58,7 miliar) dari bank pemerintah.
Editor kawasan Pasifik OCCRP, Aubrey Belford, mengatakan kepada ABC bahwa investasi Grace Road Church membawa keuntungan melimpah bagi Fiji.
"Kami berhasil menghitung mereka membawa setidaknya 20 juta dollar Fiji (Rp138,2 miliar) ke negara itu sebagai investasi," kata Belford.
Pemerintah Fiji pun menuai kritik ketika muncul laporan mengenai kekerasan di perusahaan-perusahaan milik Grace Road Church.
Sejumlah video yang didapat The Guardian memperlihatkan Shin sedang memukuli pengikutnya.
Ia juga menyuruh pengikutnya untuk memukuli anggota Grace Road Church guna mengusir setan yang ada di dalam mereka.
Pada Agustus 2018, Shin akhirnya didakwa menahan ratusan pengikutnya di Fiji, di mana anggota gereja itu menjadi korban "pemukulan massal, penyiksaan fisik, dan ketakutan parah."