Krisis populasi di Jepang dalam 10 tahun terakhir menyebabkan cerita suram tentang banyak sekolah yang tutup di pelosok negara itu.
Sekolah menengah pertama Yumoto di Prefektur Fukushima, salah satu dari cerita suram sekolah di Jepang yang bakal tutup.
Langkah kaki Eita Sato dan Aoi Hoshi menggema di aula yang pernah riuh ramai oleh siswa. Kini, cuma ruangan kosong dan derap kaki sendiri yang terdengar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka seharusnya merayakan upacara kelulusan di SMP Yumoto. Namun, rencana ini pupus lantaran sekolah ditutup imbas krisis populasi.
Lihat Juga :![]() KILAS INTERNASIONAL Israel Tanggapi Gaduh Timnas U-20 di RI hingga Korban Eksekusi Korut |
Sekolah berusia 76 tahun itu akan menutup pintu selamanya usai tahun ajaran berakhir pada pekan lalu.
"Kami sempat dengar desas-desus soal penutupan sekolah di tahun kedua kami, tetapi saya tak membayangkan itu akan benar-benar terjadi. Saya terkejut," kata Eita, seperti dikutip Reuters, akhir Maret lalu.
Sekolah Yumoto terletak di Desa Ten-ei, Prefektur Fukushima. Sekolah ini memiliki sekitar 50 lulusan per tahun selama masa kejayaan di pertengahan 1960.
Foto-foto setiap kelulusan terpampang di dekat pintu masuk, dari hitam putih hingga berwarna. Namun, pada 2000, jumlah siswa yang terlihat di foto menurun. Pada 2022 lalu, juga tak ada foto bersama untuk kelulusan.
Saat SD, Eita dan Aoi berada di kelas yang hanya berisi lima pelajar. Dari jumlah ini, hanya dua orang yang melanjutkan di Yumoto
Lihat Juga :![]() KILAS INTERNASIONAL Israel Tanggapi Gaduh Timnas U-20 di RI hingga Korban Eksekusi Korut |
Meja mereka duduk berdampingan di tengah ruang kelas yang dirancang untuk 20 orang. Selama tahun pertama, mereka "banyak bertengkar", kata Eita.
Namun, ketegangan mereda dan mereka mampu beradaptasi. Keduanya mencoba mensimulasikan pengalaman layaknya sekolah normal. Untuk kegiatan lain setelah sekolah, mereka memilih olahraga berpasangan, terutama tenis meja.
Penutupan sekolah picu angka kesenjangan tinggi
Penutupan sekolah di daerah pedesaan meningkat usai tingkat kelahiran di Jepang yang anjlok.
Lihat Juga : |
Pada 2022, angka kelahiran Jepang di bawah 800 ribu, rekor terendah baru.
Menurut data pemerintah, setiap tahun Jepang menutup 450 sekolah. Dari 2002 hingga 2020, bahkan tercatat hampir 9.000 sekolah tutup.
Kondisi itu semakin membuat daerah terpencil berada di situasi sulit.
"Saya khawatir orang tak akan menganggap daerah ini sebagai tempat pindah untuk memulai keluarga jika tak ada sekolah menengah pertama," kata ibu Eita, Masumi, yang juga lulusan SMP Yumoto.
Para ahli memperingatkan penutupan sekolah di pedesaan akan memperlebar kesenjangan.
Menurut dosen sosiologi di Universitas Sagami Women, Touko Shirakawa, penutupan sekolah membuat daerah terpencil berada di bawah tekanan yang lebih besar.
"Penutupan sekolah berarti kotamadya pada akhirnya akan menjadi tidak berkelanjutan," kata Shirakawa.
(isa/bac)