Kenapa Tidak Ada Pasukan Penjaga Perdamaian PBB di Yerusalem?

CNN Indonesia
Sabtu, 15 Apr 2023 13:04 WIB
Sejumlah tentara Israel berjaga di depan Dome of The Rock. Foto: AFP PHOTO / AHMAD GHARABLI
Jakarta, CNN Indonesia --

Masyarakat dunia kembali dikejutkan dengan upaya represif pasukan Israel terhadap jemaah Palestina di Masjid Al AqsaYerusalem.

Pada Rabu (5/4) dini hari waktu setempat, tentara Israel tanpa ampun memukuli jemaah yang sedang beribadah, dengan dalih meringkus pelaku provokator dan agitator.

Di malam hari yang sama, pasukan Israel kembali menyerbu Masjid Al Aqsa dengan mengerahkan granat kejut dan memerintahkan umat Islam yang tengah beribadah untuk pergi.

Kekerasan itu menyebabkan 12 warga Palestina terluka dan memicu kemarahan internasional.

Ini bukan kali pertama tindakan agresif pasukan Israel di situsi suci tersebut. Bentrokan berulang kerap terjadi di Kompleks Al Aqsa, terutama di momen penting seperti di bulan suci Ramadan.

Tindakan rezim Israel tidak hanya merugikan jemaah Palestina maupun umat Muslim yang beribadah di Masjid Al Aqsa.

Pemimpin Katolik Roma di Yerusalem, Pierbattista Pizzaballa, menyebut umat Kristen dalam bahaya di bawah pemerintahan Israel yang dipimpin Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Piizabala mengatakan kehidupan umat Kristiani di tanah kelahiran Kristen dalam bahaya karena serangan umat Yahudi ekstrem yang kian merajalela.

Dilansir dari Al Jazeera, sejak setahun terakhir ketegangan di wilayah Palestina yang diduduki Israel juga semakin meningkat. Pasukan Israel melakukan serangan kekerasan tak henti, di kota dan desa-desa palestina.

Menurut Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), 2022 adalah tahun 'paling mematikan' di Tepi Barat karena kekerasan pasukan Israel telah menewaskan 170 warga Palestina, termasuk 30 anak-anak, dan menyebabkan luka-luka pada 9.000 orang.

Kompleks Al Aqsa, yang menjadi rumah bagi Dome of The Rock dan Masjid Al Aqsa, dilindungi oleh Kerajaan Yordania. Namun kontrol dan penjagaan di situs suci tiga agama itu dikuasai oleh aparat Israel, yang kerap melakukan tindakan agresif.

Melihat kekerasan baru-baru ini, Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia, Yon Machmudi, menilai perlu ada 'pihak ketiga' yang ditempatkan di Kompleks Al Aqsa, Kota Tua Yerusalem, untuk memberikan penjagaan dan perlindungan.

"Untuk menyelesaikan konflik di kawasan Masjid Al Aqsa, baik antara umat Islam dengan kelompok Yahudi, maupun tindakan represif aparat Israel, maka salah satu solusinya dengan menempatkan Pasukan Penjaga Perdamaian PBB (UN Peacekeeping) menjadi hal yang tepat," kata Yon kepada CNNIndonesia.com.

Yon menyebut status quo atas Yerusalem Timur, tempat Kompleks Masjid Al Aqsa berdiri, di kacamata Perserikatan Bangsa Bangsa tidak boleh diubah. Sehingga upaya apa pun untuk mengubah status dan menjadikannya sebagai wilayah di bawah otoritas Israel, akan melanggar resolusi PBB.

"Jika resolusi tidak bisa ditetapkan dan potensi konflik semakin besar, maka harus ada pihak ketiga yang memberikan perlindungan. Maka, UN Peace Keepers menjadi penting untuk melindungi pihak yang berpotensi menjadi objek atau sasaran kekerasan," ujar Yon.

Menurut status quo, hanya umat Islam yang memiliki hak tunggal untuk beribadah di Masjid Al Aqsa. Sementara non-Muslim dan umat Yahudi, hanya diizinkan berkunjung ke Temple Mount (sebutan Kompleks Al Aqsa versi Yahudi), dan dilarang melakukan kegiatan keagamaan di kompleks itu. 

Lanjut baca di halaman berikutnya...

Mungkinkan Pasukan Perdamaian PBB Menjaga Al Aqsa?


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :