Pemilihan presiden Turki yang digelar pada Minggu (14/5) akan menjadi tantangan bagi calon petahana Recep Tayyip Erdogan.
Ia bersaing melawan dua rivalnya Kemal Kilicdaroglu, dan Sinan Ogan, setelah satu kandidat lain yaitu Pemimpin Partai Tanah Air sayap kiri, Muharrem Ince mundur pada Kamis (11/5) karena sejumlah kampanye hitam yang menimpanya.
Tak hanya itu, pemilu kali ini bakal menjadi sejarah warga Turki untuk masa depan yang lebih baik. Berikut sejumlah fakta Pemilu Turki 2023 yang bisa bikin Erdogan lengser;
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para pemilih akan menentukan nasib demokrasi Turki kurang dari tiga bulan setelah gempa bumi 6 Februari yang menewaskan lebih dari 50 ribu orang dan membuat lebih dari 5,9 juta orang mengungsi di Turki selatan dan Suriah utara.
Pemilihan juga berlangsung di tengah krisis ekonomi yang serius. Menurut para analis kondisi ini kejadian akibat erosi demokrasi di bawah pemerintahan Erdogan.
Turki mengadakan pemilu setiap lima tahun. Kandidat presiden dapat dicalonkan oleh partai-partai yang telah melewati ambang batas pemilih 5 persen dalam pemilihan parlemen terakhir, atau mereka yang telah mengumpulkan setidaknya 100.000 tanda tangan yang mendukung pencalonannya.
Kandidat yang memperoleh lebih dari 50 persen suara pada putaran pertama terpilih sebagai presiden, tetapi jika tidak ada kandidat memperoleh suara mayoritas, pemilihan dilanjutkan ke putaran kedua.
Pemilihan parlemen berlangsung bersamaan dengan pemilihan presiden. Turki mengikuti sistem perwakilan proporsional di parlemen di mana jumlah kursi yang diperoleh sebuah partai di legislatif dengan 600 kursi berbanding lurus dengan suara yang dimenangkannya.
Partai-partai harus mendapatkan tidak kurang dari 7 persen suara baik sendiri atau beraliansi dengan partai lain untuk masuk parlemen.
Jila terjadi pemungutan suara presiden kedua, itu akan diadakan 28 Mei. Tempat pemungutan suara dibuka pada pukul 08.00 waktu setempat dan ditutup pada pukul 17.00. Hasil diharapkan setelah jam 9 waktu setempat.
Setelah Ince mundur, kini tersisa dua calon yang akan saling bersaing, termasuk melawan Erdogan.
Mereka Ogan yang dicalonkan Aliansi Leluhur (ATA), terdiri dari tiga partai. Ia memiliki latar belakang sebagai akademisi dan keuangan internasional. Ia juga mantan anggota Partai Gerakan Nasionalis (MHP), sekutu Partai AK pimpinan Erdogan.
Ogan pernah terpilih sebagai wakil untuk Igdir, sebuah kota di Turki timur, pada 2011 sebagai kandidat MHP. Ogan kemudian dikeluarkan dari partai MHP pada 2015 karena persaingan internal.
Sementara Kilicdaroglu saat ini disebut sebagai rival terkuat Erdogan pada Pemilu tersebut.
Kilicdaroglu memulai karier di bidang politik sebagai wakil Republican People's Party (CHP) dari Istanbul dalam pemilihan umum 2002. Ia terpilih kembali pada 2007 dan menjabat sebagai wakil ketua kelompok parlemen Partai CHP di bawah Deniz Baykal.
Setelah pengunduran diri Baykal, Kilicdaroglu menggantikan posisinya dan memimpin CHP dalam konvensi partai pada Mei 2010. Setelah itu, ia menjabat sebagai pemimpin Partai CHP.
Partai Kilicdaroglu ini namun terus mengalami kekalahan dalam semua pemilu melawan Justice and Development Party atau Partai AK pimpinan Erdogan sejak saat itu.
Dikutip dari Al-Jazeera, kesuksesan CHP dan sekutunya yang paling signifikan adalah dalam pemilu lokal 2019, saat partai tersebut memenangkan pemilihan walikota di lima dari enam provinsi terbesar di Turki termasuk Ankara dan Istanbul.
Survei yang dirilis Konda pada Kamis (11/5) atau tiga hari jelang pemilihan memaparkan Erdogan hanya meraup 43,7 persen suara dan Kilicdaroglu meraih 49,3 persen suara. Hasil tersebut membuat Erdogan kekurangan suara mayoritas yang dibutuhkan untuk menang pada putaran pertama pemilu.
Hasil ini pun membuat pemilu Turki diperkirakan berlanjut ke putaran kedua pada 28 Mei.
Pesaing Erdogan lainnya, Ogan meraih 4,8 persen suara, sementara Ince yang belakangan memilih mundur mengantongi 2,2 persen suara. Menurut Konda, mayoritas pemilih Ogan dan Ince punya kecondongan memilih Kilicdaroglu di putaran kedua.