Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Republik Indonesia mengirim nota diplomatik ke pemerintah Arab Saudi usai dua warga negara Indonesia (WNI) yang ditahan karena diduga terlibat peredaran narkoba.
Direktur Jenderal Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu RI, Judha Nugraha, mengatakan pemerintah terus melakukan komunikasi dengan Saudi.
"Perwakilan RI Riyadh saat ini sedang melakukan komunikasi dengan Kementerian Luar Negeri melalui nota diplomatik dan Kepolisian Saudi di Riyadh terkait informasi dua WNI yang terlibat kasus peredaran narkoba di wilayah Arab Saudi," kata Judha dalam pernyataan resmi, Rabu (17/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Judha juga memaparkan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Riyadh, akan memastikan kedua WNI itu memperoleh hak-hak hukum sesuai ketentuan negara setempat.
KBRI juga kemungkinan akan menunjuk pengacara untuk menelaah kasus dan pembelaan. Terutama, jika kasus ini masuk dalam kategori pidana berat.
"KBRI akan mendampingi proses hukum dengan menyediakan penerjemah, pendampingan saat pengambilan keterangan dan pengadilan,"ujar dia lagi.
Sebelumnya, dua perempuan WNI ditangkap pihak berwenang di Riyadh. Mereka diduga terlibat peredaran narkotika ilegal jenis amfetamin.
Direktorat Jenderal Pengendalian Narkotika (GDNC) Riyadh menangkap dua WNI dan satu orang warga Bangladesh. Kasus ini kemudian dirujuk ke Kejaksaan Umum untuk penindakan lebih lanjut.
Menurut laporan Saudi Press Agency, mereka yang ditangkap tinggal di Riyadh.
Hingga kini, KBRI Riyadh mencatat sebanyak sembilan WNI yang ditahan di penjara Riyadh dan Penjara Unaizah, Provinsi Qassem. Mereka ditahan terkait kasus peredaran narkoba.
"Pidana yang dijatuhkan kepada sembilan orang dimaksud masuk kategori sebagai pengguna narkoba dengan lama hukuman sekitar satu tahun," tutur Judha.
Selain itu, terdapat beberapa WNI yang masih menjalani investigasi dan tahap pengadilan.
Berdasarkan hukum Saudi, pidana narkoba masuk ke dalam kategori tuntutan Hak Umum dengan ancaman hukuman Tazir berkisar antara satu tahun hingga seumur hidup/mati. Namun, vonis bergantung kadar pelanggaran dan pasal yang disangkakan.
(isa/dna)