Kenapa Barat 'Ngeri-ngeri Girang' usai Erdogan Menang Pilpres?

CNN Indonesia
Senin, 29 Mei 2023 14:13 WIB
Negara-negara Barat dianggap terbelenggu dilema setelah Recep Tayyip Erdogan kembali menang pemilu Turki dan menjadi presiden untuk ketiga kalinya. (Reuters/Presidential Press Office)
Jakarta, CNN Indonesia --

Negara-negara Barat dianggap terbelenggu dilema hingga seolah bungkam kala Presiden Recep Tayyip Erdogan diprediksi menang pemilu Turki dengan segala taktiknya.

Ketika Erdogan benar-benar menang, jurang dilema Barat pun kian dalam. Mereka sebenarnya bisa berjalan harmonis bersama Erdogan, tapi masih ada kerikil-kerikil kekhawatiran.

Berdasarkan analisis The Guardian, negara-negara Barat masih berpegang pada harapan bahwa Erdogan sudah "nothing to lose" di periode ketiga sekaligus terakhirnya sebagai presiden Turki.

Dengan demikian, Erdogan tak perlu lagi mencari-cari cara untuk mendulang suara di dalam negeri, yang terkadang berpengaruh pada kebijakan luar negeri.

Ambil contoh terkait keanggotaan Swedia dan Finlandia di NATO. Erdogan dapat menjegal langkah kedua negara itu hanya demi menggaungkan pesan penolakan terhadap Kurdi menjelang pemilu.

"Kini, dia setidaknya sudah bisa terbuka pada persuasi dan mendasarkan kebijakan luar negerinya pada sesuatu yang tak sekadar untuk mengamankan posisi," demikian kutipan analisis editor diplomatik The Guardian, Patrick Wintour.

Meski demikian, negara-negara Barat masih khawatir akan beberapa isu, terutama terkait sikap Erdogan yang semakin jauh dari liberal.

Mereka juga khawatir Erdogan jatuh ke pelukan Presiden Rusia, Vladimir Putin. Jika benar terjadi, kebijakan Erdogan bakal semakin anti-Barat.

Menurut salah satu diplomat, dulu Erdogan masih dapat menyeimbangkan antara kepentingan negara dan nilai-nilai yang dijunjung Turki ketika berhubungan dengan Barat.

"Di masa lalu, dia bisa mengubah hubungan transaksional menjadi seni, atau bahkan ideologi. Namun belakangan, dia sudah benar-benar antipati terhadap nilai-nilai Barat dan arogan," kata diplomat Barat itu.

Dalam kampanye menjelang pemilu lalu saja, Menteri Dalam Negeri Turki, Suleyman Soylu, mengatakan siapa pun yang memiliki kecenderungan pro-Barat merupakan pengkhianat.

Suara Turki ini bak kalimat sumbang dalam narasi NATO. Selama ini, NATO selalu menunjukkan kekompakan negara-negara Barat, terutama setelah Rusia menginvasi Ukraina.

Namun, Turki masih terus menunjukkan kedekatannya dengan Rusia. Turki bahkan terus menjegal upaya Swedia, yang mengajukan permohonan agar bisa masuk NATO karena khawatir usai Rusia menginvasi Ukraina.

Negara-negara Barat dapat menguji sikap Erdogan untuk pertama kalinya dalam pertemuan NATO selanjutnya di Vilnius.

Apa yang bakal terjadi? Baca di halaman berikutnya >>>

Kenapa Barat Ngeri-ngeri Girang usai Erdogan Menang Pilpres?


BACA HALAMAN BERIKUTNYA
HALAMAN :